Jumat, 28 Maret 2014

kumpulan AIK SEMESTER 1 PRODI FISIKA MAKASSAR



            BAB    1
                                    KEDUDUKAN DAN FUNGSI MANUSIA
A.    KEDUDUKAN MANUSIA
            Manusia adalah mahluk yang paling sempurna diantara mahluk lainnya.Manusia diberi kemampuan untuk mengembangkan naluri-nalurinya, baik yang bersifat biologis maupun yang bersifat spiritual. Sehingga manusia bisa mengangkat derjatnya dari mahluk yang lain.
Tuhan menciptakan manusia bukan tanpa rencana, dari segi hubungannya dengan tuhan, manusia berkedudukan sebagai hamba (makhluq) dan kedudukan manusia dalam konteks makhluk tuhan adalah makhluk yang terbaik.Allah menciptakan manusia dengan suatu misi agar manusia menyembah dan tunduk pada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan dimuka bumi ini, baik yang menyangkut  hubungan dengan Allah atau dengan sesama manusia. Dari misi diatas, dapat dimengerti bahwa tugas manusia didunia adalah untuk beribadah secara ikhlas, karena Allah tidak membutuhkan manusia melainkan manusia yang membutuhkan-Nya.
1.     Kedudukan Manusia Sebagai Hamba Allah
Kedudukan manusia yang paling utama adalah sebagai Abdullah yang artinya sebagai Hamba Allah. Oleh karena itu, sebagai hamba Allah maka manusia harus menuruti kemauan Allah, yang tidak boleh membangkan kepada-Nya. Dalam hal ini, manusia mempunyai dua tugas yaitu: pertama ia harus beribadah kepada Allah baik dalam pengertian sempit (sholat, puasa, haji, dsb.) maupun luas (melaksanakan semua aktifitas baik dalam hubungan dengan secara vertikal kepada Allah SWT maupun bermuamalah dengan sesama manusia untuk memperoleh keridoan Allah sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT dan Hadist)..



2.     Kedudukan Manusia Sebagai kahalifah
Salah satu kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia diatas dunia ini adalah untuk beribadah,sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat.
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di bumi sebagai khalifatullah.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? Dan bagaimanakah manusia melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai kesenangan dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Jabatan manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah.Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah secara resmi adalah dimulai pada usia akil baligh sampai kita dipanggil kembali oleh Allah. Manusia diciptakan oleh Allah di atas dunia ini adalah untuk beribadah.Seperti ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya:
Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa li ya’budu.
“Tidak Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada-Ku.”

3.     Kedudukan Manusia Menurut Al-Qur’an

1). Makhluk termulia (Al-Israa':70)
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. 17:70)

2). Makhluk yang paling indah bentuk kejadiannya.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.(QS. 95:4)

3). Makhluk yang diberikan kebebasan memilih dan bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. 91:7-10)

4). Makhluk yang diberi kemampuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan dibekali dengan alat-alat yang mendukungnya dalam meraih iptek itu:
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah.
Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, (96:1-3).


5). Khalifah Allah SWT

6). Makhluk yang diberikan beban untuk beribadah kepada Allah SWT semata, ibadah yang mencakup ibadah ritual dan seluruh aspek kehidupan manusia.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51 (Adz Dzaariyaat: 56)



4.     Fitrah Manusia
Kedudukan manusia sebagai hamba dan Khalifah di muka bumi ini tidak terlepas dari fitrah manusia itu sendiri.
Fitrah berasal dari kata “ fatara ” yg artinya ciptaan,suci dan seimbang. Menurut Louis Ma’luf dalam kamus Al Munjid, fitrah adalah sifat yg ada pada setiap yg ada pada awal penciptaanya, sifat alami manusia, agama dan sunah.Dengan demikian, dari segi bahasa fitrah dapat di artikan sebagai kondisi awal manusia yg memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran.Fitrah manusia dilihat dari beberapa aspek
1)    Hanif
Fitrah dalam arti hanief sejalan dengan firman Allah dalam surat Ar Ruum ayat 30 yg artinya : “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah),      ( tetaplah atas ) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan fitrah Allah ( itulah ) agama yg lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui “.Dari ayat di atas, hanief berarti lurus atau kecenderungan kepada kebaikan/kebenaran.
2)    Potensi Akal
Potensi adalah kelengkapan yg diberikan pada saat manusia lahir ke dunia. Potensi yg dimiliki manusia, terbagi menjadi potensi fisik dan rohaniah. potensi akal termasuk potensi rohaniah. Akalsecara bahasa berarti pikiran atau rasio . Dalam Al Qur’an sendiri akal di artikan dengan kebijaksanaan (wisdom ), intelegensia (intelligent) dan pengertian ( understanding ). Dengan demikian, Al Qur’an menempatkan akal bukan hanya pada hal rasio , tetapi juga rasa bahkan bisa dikatakan hikmah atau bijaksana.




3)    Qoib
Al Qoib berasal dari kata qalaba yg berarti berubah, berpindah atau berbalik. Menurut Ibnu Sayyidah berarti hati. Al Qoib diartikan dalam dua pengertin. Yang pertama bisa berarti segumpal daging/jantung, dan yg kedua adalah pengertian yg bersifat ketuhanan dan rohaniah yaitu hakikat manusia yg dapat menangkap segala pengertian , berpengetahuan dan arif. Qoib adalah pusat kegiatan untuk mengingat tuhan. Lain halnya dengan akal yg digunakan untuk memikirkan alam.
4)    Nafsu
Adalah suatu kekuatan yg mendorong manusia untuk mencapai keinginanya. Biasanya nafsu bersifat bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Dengan nafsu, manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yg lain. Jika nafsu tidak terkendali dapat menyebabkan manusia masuk dalam kondisi yg berbahaya. Untuk mengendalikan nafsu tersebut, manusia menggunakan akalnyauntuk mengikuti jalan yg ditunjukan oleh agama agar tercipta An-nafs  Al-mutmainah

B.     FUNGSI MANUSIA
            Jika Allah menciptakan sesuatu, pasti sesuatu tersebut mempunyai guna/fungsi, tak terkecuali manusia. Manusia diciptakan Allah adalah sebagai makhluk yang paling sempurna dimuka bumi, maka secara otomatis manusia adalah pemimpin (khalifah) yang nantinya akan dimintai pertanggung jawabannya. Sebagai khalifah berarti manusia adalah wakil Allah damuka bumi dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya di bumi. Jika manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah, maka kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dangan baik.
            Setelah kita mengetahui kedudukan kita selaku manusia,tentunya kita sudah dapat mengetahui fungsi kita selaku manusia,yakni
a.     Makhluk yang senantiasa tunduk pada Allah SWT
b.     Khalifah,yang bertugas menata bumi ini dan kelak dimintai pertanggung jawabannya
c.      Hamba yang taat pada Tuhannya
Jika kita sudah menyadari bahwa diri kita sebagai “Khalifah Allah”, kemudian penciptaan kita itu adalah dalam rangka beribadah kepada Allah, semua ibadah yang kita lakukan dalam rangka menjaga empat hubungan tadi dan menghindari empat hubungan tadi, maka manusia tersebut menjadi manusia yang muttaqin sejati.

Kalau manusia sudah seperti itu, pasti dia akan hasanatan fiddunya wa hasanatan fil akhirah. Di dalam tasawuf, manusia seperti inilah yang dinamakan insanul kamil, yaitu manusia yang sudah mencapai derajat para Nabi, terutama mencapai derajat Rasulullah Muhammad SAW. Derajat para Nabi yang dimaksud adalah derajat dalam hal amal ibadah, bukan sebagai Nabinya.
















                                                                        BAB  2
                                    KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA
A.    Pengertian Agama
Selain kata agama dikenal juga kata din (bahasa Arab) dan juga religi (bahasa Eropa)
Din dalam bahasa semik berarti undang-undang atau hukum,dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai,menundukkan,patuh,hutang,balasan,kebiasaan.
Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan mendapat dosa dan kegelisahan dan bila dikerjakan mendapat balasan dan ketenangan.Religi berasal dari kata religere yang berarti mengikat ajaran-ajaran agama antara manusia dengan Tuhan.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw, diyakini dapat menjamin dapat terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya.
Manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala keingintahuan itu akan menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya tindakan irrasionalitas.
Kemudian sebagian para ahli mengatakan bahwa rasa ingin tahu dan rasa takut mendorong tumbuh suburnya rasa keagamaan dalam diri manusia. Ia merasa berhak untuk mengetahui dari mana ia berasal, untuk apa dia berada di dunia, apa yang mesti ia lakuakan demi kebahagiaan dunia dan alam akhirat nanti, yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah agama.




B.     FUNGSI AGAMA
Telah diketahui bahwa agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena agama merupakan :
1.     Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
2.     Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
3.     Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
4.     Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
5.     Pedoman perasaan keyakinan
6.     Pedoman keberadaan
7.     Pengungkapan estetika (keindahan)
8.     Pedoman rekreasi dan hiburan
9.     Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama

C.     PENTINGNYA AGAMA BAGI MANUSIA
Sedikitnya tiga alasan,mengapa agama penting bagi manusia
1)    Latar belakang Fitra manusia
Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali ditegaskan dalam ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia
Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya itu. Dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia.
Dalam Surat al-Rum, 30: 30
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَ                                ا
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”


2)    Kelemahan dan kekurangan manusia
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adala karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata an-nafs. Menurut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan al-qur’an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang  berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh al-qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Seperti yang tertera dalam al-qur’an surat Al-Syams ayat 7-8:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
 فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
”dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),  maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams, 91:7-8)
3)    Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar
Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Lihat Surat Al-Isra’ ayat 53.
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَكَانَلِلإنْسَانِعَدُومُبِينًا
Artinya: Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: " Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.Sementara tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dati Tuhan. Seperti yang tertera dalam al-qur’an surat Al-anfal ayat 36:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّه
Artinnya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah.”
                                                                        BAB 3
                                                ISLAM SEBAGAI DIENULLAH
Agama Islam Adalah Agama yang Haq (Benar) yang Dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dengan Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri serta menyempurnakan agama-agama Islam untuk para hamba-Nya. Dengan Islam pula, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan kenikmatan-Nya dan meridhai Islam sebagai agama. Agama Islam adalah agama yang benar dan satu-satunya agama yang diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala, kepercayaan selain Islam tidak akan diterima.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk memeluk agama Islam karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diutus untuk seluruh manusia, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِـي وَيُمِيتُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada yang berhak disembah selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk“. (QS. Al-A’raaf: 158)
Hal ini juga sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam  :
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍبِيَدِهِ!لاَيَسْمَعُ بِى أَحَدٌمِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِيَهُودِيٌّ وَلاَنَصْرَانِيٌّ،ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرسِلْتُ بِهِ،إِلاَّكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.”
“Demi yang diri Muhammad ada di tangan Allah, tidaklah mendengar seorang dari ummat Yahudi dan Nasrani yang mendengar diutusnya Muhammad, kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang diutus dengannya (Islam), niscaya dia termasuk penghuni Neraka. “[ref]HR. Muslim (I/134), no. 153), dari Shahabat Abu Hurairah[/ref]
Mengimani nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, artinya membenarkan dengan penuh penerimaan dan kepatuhan pada seluruh apa yang dibawanya bukan hanya membenarkan semata. Oleh karena itulah Abu Thalib (pamannya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) termasuk kafir, yaitu orang yang tidak beriman kepada Nabi meskipun dia membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan dia membenarkan pula bahwa Islam adalah agama yang terbaik.
·        Islam adalah agama yang sempurna dalam ‘aqidah dan syar’iat. Bentuk kesempurnaannya diantara adalah:
·        Memerintahkan bertauhid dan melarang syirik
·        Memerintahkan untuk berbuat jujur dan melarang bersikap bohong.
·        Memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang bersikap zhalim.
·        Memerintahkan untuk bersikap amanah dan melarang ingkar janji.
·        Memerintahkan untuk menepati janji dan melaran bersikap khianat.
·        Memerintahkan untuk berbakti kepada ibu-bapak serta melarang mendurkahinya.

A.    Pengertian Agama Islam
Kata Islam, berasal dari kata ‘aslama – yuslimu – Islaman’, artinya, tunduk, patuh, menyerahkan diri.[1] Kata Islam terambil dari kata dasar sa la ma atau sa li ma yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat, tidak tercela.[2] Hal serupa juga diungkapkan oleh Hamka dalam bukunya Studi Islam bahwa “Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah dan berserah diri”.[3] Objek penyerahan diri ini adalah Pencipta seluruh alam semesta, yakni Allah SWT. Dengan demikian, Islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT., sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an surat Ali- Imran ayat 19 berikut:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam                      .(QS. Ali-Imran : 19)

Menurut istilah, Islam adalah wahyu atau risalah yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya yang menjadi pedoman bagi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[4] Dari definisi ini terlihat ada tiga unsur pokok yang membedakan Islam dengan agama-agama yang lain, yaitu:
Islam itu adalah risalah atau wahyu dari Tuhan.
Wahyu atau risalah Tuhan itu disampaikan kepada Nabi Muhammad, artinya wahyu atau risalah-risalah yang disampaikan selain kepada Nabi Muhammad bukanlah Islam.
Islam bertujuan untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, artinya Islam bukanlah agama yang berat sebelah, ke akhirat saja atau ke dunia saja.
B.     Ruang Lingkup Agama Islam
Secara garis besar ruang lingkup agama Islam mencakup :
       I.            Hubungan Manusia dengan Penciptanya (Allah SWT)
Firman Allah SWT
“Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Az-Zariyat: 56)

Hubungan manusia dengan Allah disebut pengabdian (ibadah). Pengabdian manusia bukan untuk kepentingan Allah, Allah tidak berhajat (berkepentingan) kepada siapapun, pengabdian itu bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada asal penciptannya yaitu Fitrah (kesucian)Nya agar kehidupan manusia diridhai oleh Allah SWT.
     II.            Hubungan Manusia dengan Manusia
Agama Islam memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan, kemasyarakatan, kenegaraan, perekonomian dan lain-lain. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berkenaan dengan: hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Seluruh konsep kemasyarakatan yang ada bertumpu pada satu nilai, yaitu saling menolong antara sesama manusia.

Firman Allah SWT:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.                             (QS. Al-Maidah : 2)
  III.            Hubungan Manusia dengan Makhluk lainnya/Lingkungannya
Seluruh benda-benda yang diciptakan oleh Allah yang ada di alam ini mengandung manfaat bagi manusia. Alam raya ini ada tidak terjadi begitu saja, akan tetapi diciptakan oleh Allah dengan sengaja dan dengan hak.
Firman Allah :
Artinya : “Tidaklah kau perhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak?” (QS. Ibrahim : 19)
C.     Ajaran Agama Islam
a)     Ajaran Islam di Bidang Aqidah.
Aqidah Islam adalah aqidah yang tidak bisa dibagi-bagi. Iman seorang mu’min adalah iman 100% tidak bisa 99% iman, 1% kufur. Allah SWT berfirman:
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqarah 2: 85).
b)    Ajaran Islam di Bidang Ibadah
Ibadah dalam Islam menjangkau keseluruhan wujud manusia secara penuh. Seorang muslim beribadah kepada Allah dengan lisan, fisik, hati, akal, dan bahkan kekayaannya.[14] Lisannya mampu berdzikir, berdoa, tilawah, amar ma’ruf nahi munkar. Fisiknya mengiringi dengan berdiri, ruku’ dan sujud, puasa dan berbuka, berjihad dan berolah raga, membantu mereka yang membutuhkan.



c)     Ajaran Islam di Bidang Akhlak
Kesempurnaan Islam juga mengatur pada akhlaq Islam yang berkaitan dengan menyayangi binatang, tidak menyakiti dan membunuhnya tanpa alasan. Akhlaq Islam yang berkaitan dengan alam raya, sebagai obyek berfikir, merenung dan belajar, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali ‘Imran 3: 190), sebagai sarana berkarya dan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
d)    Ajaran Islam di Bidang Hukum Syariah
Syariah Islam tidak hanya mengurus individu tanpa memperhatikan masyarakatnya, atau masyarakat tanpa memperhatikan individunya. Syariah Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Ada aturan ibadah, yang mengatur hubungan manusia dengan Allah. Ada halal dan haram (bahaya-berguna) yang mengatur manusia dengan dirinya sendiri. Ada hukum keluarga, nikah, thalaq, nafkah, persusuan, warisan, perwalian, dsb. Ada aturan bermasyarakat, seperti: jual beli, hutang-piutang, pengalihan hak, kafalah, dsb. Ada aturan tentang tindak kejahatan, minuman keras, zina, pembunuhan, dsb.
D.    Islam sebagai Dienullah
Latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi yang beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, pengambangan dan seterusnya dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
Faktor lainnya yang melatar belakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan .
Allah menciptakan manusia dan berfirman “bahwa manusia itu telah diciptakan-nya dengan batas-batas tertenu dan dalam keadaan lemah.
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ [القمر/49]
Artinya : “Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu (terasuk manusia) telah kami ciptakan dengan ukuran (batas) tertentu (QS. Al-Qomar : 49)

Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan yang datang dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarka biaya, tenaga, dan fikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari tuhan. Allah berfirman dalam Al-Qr’an Surat Al-Anfal : 36
Yang artinya : “sesungguhya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah”.(QS.Al-Anfal:36)
Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Dienul Islam adalah satu-satunya dien (tatanan kehidupan) yang diakui Allah, yang ditegakkan dan dibangun para Rosul-Nya berdasarkan Dienullah. Sedangkan Dienullah itu sendiri adalah suatu konsep atau sistem kehidupan semesta yang murni “produk” Allah (Kalimatullah, Kalimah Thoyyibah) yang sempurna dan abadi, tak pernah terjadi perubahan di padanya. Tidak ada sedikitpun campur tangan manusia terhadapnya. Kalaupun terjadi manusia campur tangan terhadapnya, Allah menyebutnya sebagai “iftiro” (mengada-ada) atau kebohongan, suatu tindakan mencampuri urusan Allah, menandingi Allah atau membuat kepalsuan (yakdzibuun).
kondisi dan kualitas jiwa dan karya (amal)-nya atara lain tergambar sebagai berikut :



1. Yang dominan pada unsur “Rasa” pada jiwanya, adalah perasaan CINTA kepada Allah, yang tumbuh dari keterpaduan harap (roja`) dan takut (Khosyyah) kepada-Nya. Dan itulah yang disebut IMAN.
2. Yang memenuhi unsur “karsa” pada jiwanya, hanya ingin menjadi hamba Allah yang mengabdikan totalitas dirinya untuk mewujudkan program Allah di bumi, untuk memperoleh keridhoan dan kasih sayang yang tulus dari-Nya. Dengan kata lain, dengan bekerjka keras mewujudkan Rahman Rahim Allah di bumi, ia berharap mendapat Rahman Rahim Allah bagi dirinya secara abadi.
3. Unsur “cipta” dari jiwanya, diisi dan diperkuat hanya dengan Ilmu Allah, ilmu yang merupakan kebenaran murni dan hakiki yang terakses dari membaca ayat-ayat-Nya yang memenuhi seluruh dimensi ruang dan waktu (pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang), yang senantiasa dipandu dan diterangi dengan petunjuk (hidayah) Allah yang terbaca dari Kitab-Nya.
4. Keseluruhan aktifitas dan karyanya secara kaaffah, terarahkan, terpimpin dan terkendali dalam suatu institusi Robbani yang dapat muncul dan tumbuh (dibangkitkan) kapanpun di bumi ini, atas kehendak-Nya. Mereka berjihad dengan kerja keras berpandukan Manhaj Risalah berkendalikan syari’ah, melengkah pasti menempuh Jalan Yang Lurus.
5. Konsistensinya terhadap keempat unsur diatas, yang secara essensial keempat unsur tersebut adalah, iman, Islam (penghambaan diri), ilmu dan amal shaleh, selalu terjaga dengan cara senantiasa menghadirkan Allah dalam hatinya, melalui kontinuitas dzikrullah dan amalan ritual yang senantiasa mereka lakukan (daaimuun – yuhaafidhuun).





                                                                        BAB  4
                                                        SUMBER POKOK AJARAN ISLAM
                                                            (AL-QUR’AN DAN HADITS)
A.    AL-QUR’AN
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampai- kan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Medinah.
Ciri-cirinya adalah :
1.  Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.
2.  Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedang ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai orang-orang yang beriman).
3.  Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya.

Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
1.  Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.
2.  Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.
3.  Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.
4.  Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Saba yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya.
5.  Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.
6.  Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7.  Hukum yang berlaku bagi alam semesta.






Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:
1.     Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
2.     Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
3.     Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
4.     Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
5.     Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
1.  Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
2.  Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
3.  Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.




Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
1.  Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, dan haji
2.  Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
·  Hukum munakahat (pernikahan).
·  Hukum  faraid (waris).
·  Hukum jinayat (pidana).
·  Hukum hudud (hukuman).
·  Hukum jual-beli dan perjanjian.
·  Hukum tata Negara/kepemerintahan
·  Hukum makanan dan penyembelihan.
·  Hukum  aqdiyah (pengadilan).
·  Hukum jihad (peperangan).
·  Hukum dauliyah (antarbangsa).
  Fungsi Al-Qur’an antara lain adalah:
1.     Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
2.     Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
3.     Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10: 37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
4.     Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
5.     Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
6.     Sebagai pemberi kabar gembira
7.     Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
8.     Sebagai peringatan
9.     Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
10.                        Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
11.                        Sebagai pelajaran
B.    HADIST/As-Sunnah
Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.
Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut :
1.  Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
2.  Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.
3.  Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.



Macam-macam As-Sunnah:
  • ditinjau dari bentuknya
1.  Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
2.  Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
3.  Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
4.  Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan
  • ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya
1.  Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
2.  Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir
3.  Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
  • Ditinjau dari kualitasnya
1.  Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah
2.  Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan pembawaannya yang kurang baik.
3.  Dhaif, yaitu hadits yang lemah
4.  Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
  • Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
1.  Maqbul, yang diterima.
2.  Mardud, yang ditolak.

BAB  5
                     IJTIHAD SEBAGAI METODE KAJIAN HUKUMAN ISLAM

A.    Pengertian Ijtihad
ijtihad adalah mengarahkan segenap kemampuan intelektual dan spiritual untuk mengeluarkan hukum yang ada dalam Al-qur’an atau as-sunnah, sehingga hukum tersebut dapat diterapkan dalam lapangan kehidupan manusia sebagai solusi atas persoalan-persoalan umat.
Ijtihad fardi merupakan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi. Sedangkan, ijtihad jama’i adalah ijtihad yang di lakukan oleh para mujtahid secara kelompok. Namun  pada hakikatnya ijtihad jama’i tersebut tetap dilakukan oleh akal orang perorang, hanya saja dalam merumuskan satu masalah secara bekerjasama
B.     Syarat dan Sifat Mujtahid
Syarat adalah ketentuan formal yang harus terpenuhi seluruhnya oleh seorang mujtahid. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka tidak sah (gugur) aktifitas ijtihadnya.
sifat adalah kepribadian yang idealnya dimiliki oleh seorang mujtahid untuk sempurnanya hasil ijtihad. Sifat ini merupakan adab batin seseorang.
M. Dawam Raharjo mengutip pendapat Yusuf Al-qardhawi, tentang syarat-syarat mujtahid, yaitu:
1.      Memahami Al-qur’an
2.      Memahami sunnah rosul
3.      Menguasai bahasa Arab
4.      Mengetahui masalah-masalah hukum yang telah ijma’
5.      Menguasai ilmu ushul fiqih, terutama metode qiyas dan ijma’.
6.      Memahami maksud dan tujuan syariat
7.      Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya, dan
8.      Memiliki sikap adil dan taqwa



C.    RUANG LINGKUP IJTIHAD (MAJAL AL-IJTIHAD)

         lapangan ijtihad itu ada dua.
1.        sesuatu yang tidak dijelaskan sama sekali oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW dalam Al-    Qur’an dan al-Sunnah (ma la nasha fi ashlain).
2.     sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil zhanni al-tsubut wa al-dalalah atau salah satunya (zhanni al-tsubut atau zhanni al-dalalah).

Contoh masalah yang sudah ada hukumnya dalam nash:
الزا والزاني فاجلدواكل واحد ماة جلدة                                                                                              
Artinya: perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing seratus kali dera. (QS.An-Nuur: 22).
Contoh diatas sudah jelas, bahwa baik laki-laki maupun perempuan yang berzina, masing-masing didera seratus kali, hukum ini sudah jelas sehingga tidak perlu diijtihadi.
Sedangkan contoh masalah yang membutuhkan ijtiihad adalah:
اقيم الصلوة واتوالزكوة                                                                                                                    
Artinya : Dan lakukanlah sholat, tunaikanlah zakat… (QS.Al-Baqoroh:43)
Dalam contoh ini memang sudah jelas bahwa umat manusia diperintahkan untuk melaksanakan sholat dan zakat, namun bagaimana cara melakukannya belum diterangkan dalam ayat tersebut, jadi masih perlu diijtahadi, contohnya berapa ukuran zakat padi, zakat perdagangan, zakat profesi, dan seterusnya..
Berijtihad dalam bidang-bidang yang tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist dapat ditempuh dengan berbagai cara :
1.     Qiyas atau analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri oleh rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat menentukan hukum sendiri
2.     Memelihara kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak madlarat dalam kehidupan manusia.






D.    HUKUM MELAKUKAN IJTIHAD
       Pertama, bagi seorang Muslim yang memenuhi kriteria mujtahid
yang dimintai fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu akan hilang begitu saja tanpa kepas-tian hukumnya, atau ia sendiri mengalami peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nas, maka hukum ijtihad menjadi wajib ‘ain.
        Kedua, bagi seorang Muslim yang memenuhi kriteria mujtahid yang diminta fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi, tetapi ia mengkhawatirkan peristiwa itu lenyap dan selain dia masih ada mujtahid lainnya, maka hukum ijtihad menjadi wajib kifayah.
         Ketiga, hukum berijtihad menjadi sunat jika dilakukan atas persoalan-persoalan
yang tidak atau belum terjadi.
        Keempat, hukum. ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa yang sudah jelas hukumnya secara qathi’, baik dalam Alquran maupun al-Sunnah atau ijtihad atas peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan secara ijmak.
         Adapun spesifikasi dari macam-macam hukum Islam, fuqaha memberi formulasi di antaranya wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
1.     Wajib
2.     Sunnah
3.     Haram
4.     Makruh
5.     Mubah
Kriteria mujtahid
 Adapun syarat-syarat yang telah disepakati adalah:
a.     Mengetahui al-Quran
b.     Mengetahui as-sunnah
c.      . Mengetahui bahasa Arab
d.     Mengetahui tempat-tempat ijma’.
e.     Mengetahui ushul fiqh
f.       Mengetahui maksud dan tujuan syariah
g.     Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya.
h.     Bersifat adil dan taqwa
i.        Adapun ketentuan-ketentuan yang masih dipersilihkan adalah mengetahui ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, dan mengetahui cabang-cabang fiqh.
Taqlid
taqlid adalah sebuah masa atau tindakan di mana ijtihad dilarang untuk dilakukan. Dan pada masa ini lebih memberikan aspek legal-formal pada ulama-ulama yang telah memberikan produk hukumnya masing-masing. Sehingga pada periode ini, Islam lebih terpetak-petak dalam madzab-madzab tertentu yang menjadi panutan.
  Ittiba’
Menurut ulama ushul, ittiba’ adalah mengikuti atau menuruti semua yang diperintahkan, yang dilarang, dan dibenarkan Rasulullah SAW. Dengan kata lain ialah melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan yang dikerjakan Nabi Muhammad SAW. Definisi lainnya, ittiba’ ialah menerima pendapat seseorang sedangkan yang menerima itu mengetahui dari mana atau asal pendapat itu. Ittiba’ ditetapkan berdasarkan hujjah atau nash. Ittiba’ adalah lawan taqlid.
   Talfiq
                Menurut istilah, talfiq ialah mengambil atau mengikuti hukum dari suatu peristiwa atau kejadian dengan mengambilnya dari berbagai macam madzhab. Contoh nikah tanpa wali dan saksi adalah sah asal ada iklan atau pengumuman. Menurut madzhab Hanafi, sah nikah tanpa wali, sedangkan menurut madzhab Maliki, sah akad nikah tanpa saksi.
  E.   Ijtihad Sebagai Sumber dan Metode Study Islam
        Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat islam untuk menetapkan atau menentukan suatu hukum syariat islam dalam hal-hal yang ternyata belum di tegaskan hukumnya oleh Al-qur’an dan sunnah. Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-qur’an dan sunnah.
        Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran islam yang terdapat dalam Al-qur’an dan sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya saja. Bila ternyata ada yang agak terperinci, maka perincian itu adalah sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip itu. Sejak di turunkan sampai nabi Muhammad SAW wafat, ajaran islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad yang di tuntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan berkembang pula. Sebaliknya, ajaran islam sendiri telah berperan mengubah kehidupan manusia menjadi kehidupan muslim

                                                                                     BAB       6
                                                SYARIAT ISLAM
Pengertian Syariat Islam
Syari’at, bisa disebut syir’ah, artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk minum. Perkataan “syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syari’ah. Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk manusia. Sedangkan arti syari’at menurut istilah adalah hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Syariat islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Pembagian Syari’at Islam
Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid
.
2. Ilmu Akhlak
3. Ilmu Fiqh
Tujuan Syariat Islam
ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:
1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
3. Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)



Ruang Lingkup Syariah Islam

Syariah Islam adalah aturan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Hukum-hukum Islam yang diatur dalam Al Qur’an dan As Sunah meliputi :
1. Aspek aqidah.
2. Aspek akhlaq.
3. Aspek hukum-hukum ‘amaliyah (praktis).

 Prinsip-prinsip syariah Islam dan tabiat hukum-hukumnya :

(a)  Hukum-hukum terperinci : yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan aqidah, atau ibadah atau akhlaq atau beberapa masalah khusus yang berkaitan dengan hubungan antar individu. Aqidah hadir secara terperinci menerangkan hakekat-hakekat yang bersifat pasti. Ibadah mengatur hubungan antara hamba dengan Kholiq, sedangkan akhlaq berperan penting dalam meluruskan perilaku masyarakat. Ketiga unsur yang diterangkan secara terperinci ini berjalan seiring membentuk masyarakat yang bertauhid dan lurus serta sholeh. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antara individu juga bersifat tsabat (baku) dan terperinci karena keberadaannya dan hajat manusia kepadanya akan tetap berlangsung sepanjang masa dan di segala tempat, sementara aturan lain tidak ada yang bisa menggantikan perannya dan merealisasika maslahat bagi umat manusia . Yang termasuk dalam hukum ini adalah ; hukum-hukum yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga, pernikahan dan warisan, pengharaman riba dalam aspek mu’amalah (interaksi ekonomi), hukuman atas berbagai tindak kriminal (qishosh, diyat, rajam, potong tangan, hukuman atas orang murtad dll). Semuanya bersifat baku karena hanya aturan inilah yang sesuai dengan segala tempat dan zaman serta merealisasikan maslahat bagi umat manusia.

(b) Hukum yang bersifat global, hanya menyebutkan kaedah-kaedah pokok dan prinsip-prinsip    Hukum-hukum ini tidak menyebabkan kesempitan bagi umat manusia, sebagaimana juga tidak akan pernah ketinggalan dengan perkembangan tekhnologi dan peradaban umat manusia. Hukum-hukum yang termasuk dalam kategori ini menjadi ruang ijtihad bagi para ulama mujtahidin. Di antara contohnya adalah : kaedah (tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain), prinsip syuro dalam bidang hukum dan prinsip keadilan.

Pembagian Syari’at Islam

Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita. Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan Dzat dan Sifat Allah swt. yang harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk. Ilmu tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa. Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.
3. Ilmu Fiqh, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama, ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh ibadah misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).



Tujuan Syariat Islam
1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-Quran:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lil’alamin, maka Allah SWT telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisaa [4]: 48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum qishash yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:
“Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada orang-orang yang dibunuh…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau daiat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
“Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik dan hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya. Dengan begitu,  jiwa orang beriman akan terpelihara.
3. Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa perjudian.








4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 221).
“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.”
(QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional (dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”










                                    BAB 7
                                                METODE MEMPELAJARI ISLAM
A. Pendekatan Studi Islam
Pendekatan studi islam meliputi :
a)           Pendekatan Teologi Normatif
Dalam pendekatan teologis memahami agama adalah pendekatan yang menekankan bentuk formal simbol-simbol keagamaan, mengklaim sebagai agama yang paling benar, yang lainnya salah sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, kafir, sesat, dan murtad. Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiris dari keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.

Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar sehingga tidak perlu diperytanyakan terlebih dahulu, melainkan dimulai daari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.

Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.

b)          Pendekatan Antropologis
Antropologi adalah ilmu tentang manusia khususnya tentang asal usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau. Menurut kamus umum, antropologi adalah ilmu pengetahuan tentang m,anusia mengenai asalnya, perkembangannya, jenis (bangsaanya) dan kebudayaanya. Antropologi dibagi 2, yaitu antropologi fisik dan antropologi budaya, termasuk etimologi dn ilmu bahasa.

Antropologi adalah ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan mempelajari aneka bentuk fisik, kepribadian, masyarakat, serta kebudayaanya. Pendekatan dan studi agama membuahkan antropologi agama yang dapat dikatakan sebagian dari antropologi budaya, bukan antropologi sosial. Antropologi agama sebagai bagian dari ilmu agama yang sistematis. Metode antropologi pada umumnya adalah objek sekelompok manusia yang biasanya manusia sederhana dalam kebudayaan hidupnya, artinya meliputi seluruh aspek budaya.
c)           Pendekatan Sosiologi
Sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Merupakan ilmu yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan yang ciri-ciri utamanya yaitu:

1.Sosiologi bersifat empiris, artinya selalu didasarkan pada observasi terhadap     kenyataan dan akal sehat dan hasilnya tidak spekulatif.
2. Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
3. Sosiologi bersifat kumulatif yaitu teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas teori yang lama.
4. Sosiologi bersifat non etis yakni yang dipersoalkan bukanlah baik buruk fakta tertentu akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

d)          Pendekatan Fenomenologis
      Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani pahainomenon yang berarti gejala atau apa yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Dalam hal ini fenomenologi merupakan sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala yang membanjiri kesadaran manusia. Metode ini dirintis oleh Edmund Husserl (1859-1938). Secara operasional, fenomenologi agama menerapkan metodologi ‘ilmiah’ dalam meneliti fakta religius yang bersifat subyektif seperti pikiran, perasaan, ide, emosi, maksud, pengalaman, dan apa saja dari seseorang yang diungkapkan dalam tindakan luar (fenomena).Maka dari itu, dalam operasionalnya pendekatan fenomenologi membutuhkan perangkat lain, misalkan sejarah, filologi, arkeologi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya.

e)          Pendekatan Filosofis
     Yang dimaksud adalah melihat suatu permasalahan dari sudut tinjauan filsafat dan berusaha untuk menjawab dan memecahkan permasalahan itu dengan menggunakan analisis spekulatif. Pada dasarnya filsafat adalah berfikir untuk memecahkan masalah atau pertanyaan dan menjawab suatu persoalan. Namun demikian tidak semua berfikir untuk memecahkan dan menjawab permasalah dapat disebut filsafat. Filsafat adalah berfikir secara sistematis radikal dan universal.

f)            Pendekatan Historis ( Sejarah )
      Pendekatan sejarah merupakanmetode yang penting dalam penelitian agama. Sebab agama itu sendiri tidak turun dalamsuasan kehampaan, melainkan turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan erat dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Selain itu, jika kita perhatikan, maka Al-Qur’an sendiriseakan memberi “ lampau hijau” bagi pendekatan sejarah dengan mengemukakan ayat-ayat seputar kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
g)           Pendekatan Kebudayaan
      Kebudayaan dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empirs atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala dalam masyarakat.Sebab pengamalan agam yang terdapat di masyarakat tersebut sudah melewati proses penalaran, yaitu penalaran atas sumber  agama ( wahyu ), dan kitab-kitag fiqh.  Dengan pendekatan kebudayaan  seseorang dapat memilah-milah antara ajaran agama yang sesungguhnya ( murni wahyu Tuhan / Al –Qur’an ) dengan praktek keagamaan yang sudah bercampur dengan kebudayaan masyarakat setempat.

h)          Pendekatan Psikologis
       Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan pisik  ( kejiwaan ) manusia.  Menurut Tadjib, psikologi adalah kata lain dari ilmu jiwa yaitu ilmu yang membahas tentang jiwa. Jiwa adalah sesuatu yang  abstrak dan tidak bisa di definisikan secara pasti. Oleh sebab itu, yang menjadi sasaran dalam psikologi bukanlah jiwa, tetapi gejala-gejala yang tampak dalam perilaku lahiriah manusia.

B. Metodologi Memahami Islam
a.  Metodologi Ulumul Tafsir
Tafsir adalah sebuah ilmu yang berperan dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an kepada manusia, agar dapat lebih dipahami. Yang dimaksud dengan metodologi penafsiran dalam hal ini ialah cara-cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
  Macam-Macam Metode Penafsiran
1. Metode Tahlily
2.  Metode Muqarin
3. Metode Muqarin
4. Metode Mawadhu’i
b. Metodologi Ulumul Hadist
Menurut Abuddi Nata, terdapat beberapa model penelitian hadist pada periode belakangan ini, antara lain:
1. Model Penelitian Quraish Shihab
2. Model Penelitian Musthafa al-Siba’iy
3. Model penelitian Muhammad al Ghazali



c) Metodologi  Filsafat
Menurut Harun Natution yang dikutip Zuhairini, dkk, Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata “ philein” dalam arti cinta dan “sophos” dalam arti hikmat ( wisdom). Selanjutnya beliau menjelaskan filsafat sebagai berikut:
·         Pengetahuan tentang hikamt
·         Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar
·          Mencari kebenaran
·         Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
d. Metodologi Pendidikan Islam
Model Penelitian Pendidikan Islam
Dilihat dari segi obyek kajiannya, ilmu pendidikan dapat di bagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Pengetahuan ilmu
2.Pengetahuan filsafat
3. Pengethuan mistik
Beberapa contoh model penelitian pendidikan islam versi Abuddin Nata, yaitu:
1. Model penelitian tentang problema guru
2. Model penelitian tentang lembaga pendidikan islam
3. Model penelitian kultur pendidikan Islam
  • Model penelitian Mastuhu
  • Model penelitian Zamakhsyari Dhofier


BAB 8
MAKANAN DAN PAKAIAN MENURUT ATURAN ISLAM
A.    Tata Cara Makan dan Minum menurut Islam
Agar kita tetap bisa menjaga akhlak dengan meneladani Rasul dalam urusan makan dan minum sekaligus mendapatkan pahalanya, berikut diuraikan tata cara dan budaya yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu sebagai berikut:
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang tertidur sedang di kedua tangannya terdapat bekas gajih/lemak (karena tidak dicuci) dan ketika bangun pagi ia menderita suatu penyakit, maka hendaklah dia tidak menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”
2. Tidak mencela makanan yang tidak disukai.
Abu Hurairah ra. berkata : “Rasulullah SAW tidak pernah sedikit pun mencela makanan. Bila beliau berselera, beliau memakannya. Dan jika beliau tidak menyukainya, maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari Muslim)
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah berkata kepada keluarganya (istrinya) tentang lauk pauk. Mereka menjawab : “Kami hanya punya cuka”. Lalu beliau
memintanya dan makan dengannya, seraya bersabda : “Sebaik-baik lauk pauk ialah cuka (al-khall), sebaik-baik lauk pauk adalah (yang mengandung) cuka.” (HR. Muslim)
Penelitian Dr. Masaru Emoto dari Jepang dalam bukunya ’The True Power of Water’ menemukan bahwa unsur air ternyata hidup. Air mampu merespon stimulus dari manusia berupa lisan maupun tulisan.
Ketika diucapkan kalimat yang baik atau ditempelkan tulisan dengan kalimat positif, maka air tersebut akan membentuk struktur kristal yang indah dan bisa memiliki daya sembuh untuk berbagai penyakit.
Sebaliknya, jika diucapkan maupun ditempelkan kalimat umpatan, celaan atau kalimat negative lainnya, maka air tersebut akan membentuk struktur kristal yang jelek dan bisa berpengaruh negatif terhadap kesehatan.
3. Diniatkan untuk beribadah kepada Allah SWT.
yaitu dengan makan diharapkan kebutuhan biologis akan makanan terpenuhi, yang nantinya akan diolah oleh tubuh menjadi energi, dan dengan energi tubuh yang dihasilkan dari makanan dan minuman tersebut kita gunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dengan niat ibadah itu berarti kita bisa mengurangi semangat nafsu kebinatangan dan membawa pada sikap totalitas kerelaan terhadap rezeki yang diberikan Allah kepada kita (qana’ah). Hal ini sesuai dengan hadist Nabi saw.
“Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu bergantung pada niatnya, dan bagi setip orang adalah apa yang diniatkannya”. (HR. Bukhori).
4. Membaca Basmalah dan Hamdalah.
Memulainya dengan membaca “basmalah” serta doa. Hal ini merupakan manifestasi ibadah dalam bentuk yang paling minimal.
Sebab bila tidak menyebut nama Allah, setan niscaya akan turut makan bersamanya, dan dengan demikian hilanglah nilai ibadahnya. Lantas apa bedanya dengan orang kafir?
Rasulullah SAW bersabda : “Jika seseorang di antara kamu hendak makan, maka sebutlah nama Allah SWT. Dan jika ia lupa menyebut nama-Nya pada awalnya, maka bacalah, ’Bismillahi awwalahu wa akhirahu’ (Dengan menyebut nama Allah SWT pada awalnya dan pada akhirnya).”(HR. Abu Dawud)
Jika lupa di awal makan, maka ucapkanlah segera saat teringat.
Rasulullah SAW telah bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan dari Aisyah r.a, sebagai berikut: “Bila salah seorang diantara kamu hendak makan maka ucapkanlah “bismillah”, namun bila ia lupa di awalnya, maka ucapkanlah ‘bismillahi awwaluhu wa akhiruhu’(dengan nama Allah dari mula hingga akhir). (HR. Turmidzi)
5. Makan dengan tangan kanan.
Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa ‘alaa aalihi wa sallam bersabda,“Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR Bukhari no. 5376 dan Muslim 2022).
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian makan dengan tangan kiri karena syaitan itu juga makan dengan tangan kiri.” (HR Muslim no. 2019)
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan. Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan menggunakan tangan kirinya.” (HR Muslim no. 2020)
Imam Ibnul Jauzi mengatakan, “karena tangan kiri digunakan untuk cebok dan memegang hal-hal yang najis dan tangan kanan untuk makan, maka tidak sepantasnya salah satu tangan tersebut digunakan untuk melakukan pekerjaan tangan yang lain.” (Kasyful Musykil, hal 2/594).
6. Memakan makanan yang terdekat dahulu.
Umar bin Abi Salamah ra. bercerita : “Saat aku belia, aku pernah berada di kamar Rasulullah SAW dan kedua tanganku seringkali mengacak-acak piring-piring. Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ’Nak, bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari makanan baik yang terdekat.” (HR. Bukhari)
Dalam hadis lain juga dikatakan, “Sesungguhnya termasuk pemborosan (perbuatan yang berlebihan dan dimurkai Allah) bila kamu makan apa saja yang kamu (bernafsu) ingin memakannya”. (HR. Ibnu Majah)



7. Tenang, perlahan dan tidak terburu buru.
Janganbersikap rakus sehingga tampak mulut penuh dengan suapan, dan jangan
meniup-niup makanan atau minuman yang menunjukkan sikap tidak sabar.
Dari Ibnu Abas RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian minum dengan sekali tegukan seperti minumnya unta, tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali tegukan. Ucapkanlah ‘bismillah’ jika kalian minum dan ‘alhamdulillah’ jika kalian selesai minum”. (HR. Turmidzi).
Dalam hadis lain disebutkan: “Dari Abi Qatadah RA, sesungguhnya Nabi SAW telah melarang bernafas dalam air minumannya “.(HR.Muttafaqun ALaihi)
8. Makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Dari Mikdam bin Ma’dikarib ra. menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Tiada memenuhi anak Adam suatu tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah untuk anak Adam itu beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak ada cara lain, maka sepertiga (dari perutnya) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minuman dan sepertiganya lagi untuk bernafas.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
9. Mengambil makanan dan minuman secukupnya.
sehingga bisa dihabiskan tanpa sisa. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.Artinya :
Dari Jabir katanya, Rosululloh saw. menyuruh membersihkan sisa makanan yang di samping piring maupun yang di jari, seraya bersabda : “Sesungguhnya kalian tidak mengetahui dibagian manakah makananmu yang mengandung berkah”. (HR. Muslim).
10. Makan Sambil duduk, dan tidak berdiri.
Hal ini seiring dengan hadis Nabi: Dari Qatadah, dari Anas dari Rasulullah SAW, bahwa sesungguhnya Nabi SAW telah melarang orang minum sambil berdiri”. Lalu Qatadah bertanya kepada Anas: Kalau makan bagaimana? Ia pun menjawab: “Hal itu (makan dengan cara berdiri) lebih busuk dan jahat”. (HR. Ahmad, Muslim dan Turmidzi)


B.    Ciri-ciri Pakaian Wanita Islam di Luar Rumah

1.     Pakaian itu haruslah menutup aurat sebagaimana yang dikehendaki syariat.
2.     Pakaian itu tidak terlalu tipis sehingga kelihatan bayang-bayang tubuh badan dari luar.
3.     Pakaian itu tidak ketat atau sempit tapi longgar dan enak dipakai. la haruslah menutup bagian-bagian bentuk badan yang menggiurkan nafsu laki-laki.
4.     Warna pakaian tsb suram atau gelap seperti hitam, kelabu asap atau perang.
5.     Pakaian itu tidak sekali-kali dipakai dengan bau-bauan yang harum
6.     Pakaian itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan atau menyerupai)denganpakaian laki-laki yaitu tidak meniru-niru atau menyerupai pakaian laki-laki.
7.     Pakaian itu tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
8.     Pakaian itu bukanlah pakaian untuk bermegah-megah atau untuk menunjuk-nunjuk atau berhias-hias.
C.     Adapun pakaian bagi lelaki muslim
1.     Tidak menyerupai perempuan
2.     Menutup aurat (batasnya pusar sampai lutut)
3.     Sopan






BAB 9
    LATAR BELAKANG BERDIRINYA PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
A.    Muhammadiyah sebagai organisasi pergerakan Islam
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena berasal dari kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Berkaitan dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah secara garis besar faktor penyebabnya adalah pertama, faktor subyektif adalah hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap al-Qur’an dalam menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya. Kedua, faktor obyektif  di mana dapat dilihat secara internal dan eksternal. Secara internal ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagiab besar umat Islam Indonesia.
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di segala bidang, sehingga menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah swt dalam kehidupan di dunia ini. Misi Muhammadiyah adalah:
1.     Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah swt yang dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad saw.
2.     Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.
3.     Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umat manusia sebagai penjelasannya.
4.     Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39 Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto

B.     Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah
Keinginan dari KH. Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat perjuangnan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf nahyi munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid.
Ketidak murnian ajaran islam yang dipahami oleh sebagian umat islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara dalam awal bermuatan faham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat islam di indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran islam, terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah islam yag menolak segala bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi piliha mutlak bagi umat islamm Indonesia.
Keterbelakangan umat islam indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber keprihatinan untuk mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi keterbelakangan. Keterbelakangan umat islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi baru muda islam yang berpikir moderen. Kesejarteraan umat islam akan tetap berada dibawah garis kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat islam indonesia.
Maraknya kristenisasi di indonesia sebegai efek domino dari imperalisme Eropa ke dunia timur yang mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek imperialalisme dan modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah koloni untuk memasarkan produk-produk hasil refolusi industeri yang melada erofa.
Imperialisme Eropa tidak hanya membonceng gerilya gerejawan dan para penginjil untuk menyampaikan ’ajaran jesus’ untuk menyapa umat manusia diseluruh dunia untuk ’mengikuti’ ajaran jesus. Tetapi juga membawa angin modernisasi yang sedang melanda erofa. Modernisasi yang terhembus melalui model pendidikan barat (belanda) di indonesia mengusung paham-paham yang melahirkan moernisasi erofa, seperti sekularisme, individualisme, liberalisme dan rasionalisme. Jika penetrasi itu tidak dihentikan maka akan terlahir generasi baru islam yang rasionaltetapi liberal dan sekuler.
1.        Faktor Internal
Faktir internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat islam sendiri yang tercermin dalam dua hal, yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan islam.
Sikap beragama umat islam saat itu pada umumnya belum dapat dikatakan sebagai sikap beragama yang rasional. Sirik, taklid, dan bid’ah masih menyelubungai kehidupan umat islam, terutama dalam lingkungan kraton, dimana kebudayaan hindu telah jauh tertanam. Sikap beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara tiba-tiba pada awal abad ke 20 itu, tetapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa terjadinya proses islamisasi beberapa abad sebelumnya. Seperti diketahui proses islamisasi di indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat dan mazhab fikih, dan dalam proses tersebut para pedagang dan kaum sifi memegang peranan yag sangat penting. Melalui merekalah islam dapat menjangkau daerah-daerah hampir diseluruh nusantara ini.





2.        Faktor eksernal
Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiah adalah faktor yang bersifat eksternal yang disebabkan oleh politik penjajahan kolonial belanda. Faktor tersebut antara lain tanpak dalam system pendidikan kolonial serta usaha kearah westrnisasi dan kristenisasi.
Pendidikan kolonial dikelola oleh pemerintah kolonial untuk anak-anak bumi putra, ataupun yang diserahkan kepada misi and zending Kristen dengan bantuan financial dari pemerintah belanda. Pendidikan demikian pada awal abad ke 20 telah meyebar dibeberapa kota, sejak dari pendidikan dasar sampai atas, yang terdiri dari lembaga pendidikan guru dan sekolah kejuruan. Adanya lembaga pendidikan colonial terdapatlah dua macam pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan islam tradisional dan pendideikan colonial. Kedua jenis pendidikan ini dibedakan, bukan hanya dari segi tujuan yang ingin dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.
Pendidikan kolonial melarang masuknya pelajaran agama dalam sekolah-sekolah colonial, dan dalan artian ini orang menilai pendidikan colonial sebagai pendidikan yang bersifat sekuler, disamping sebagai peyebar kebudayaan barat. Dengan corak pendidikan yang demikian pemerintah colonial tidak hanya menginginkan lahirnya golongan pribumi yang terdidik, tetapi juga berkebudayaan barat. Hal ini merupakan salah satu sisi politik etis yang disebut politik asisiasi yang pada hakekatnya tidak lain dari usaha westernisasi yang bertujuan menarik penduduk asli Indonesia kedalam orbit kebudayaan barat. Dari lembaga pendidikan ini lahirlah golongan intlektual yang biasanya memuja barat dan menyudutkan tradisi nenekmoyang serta kurang menghargai islam, agama yang dianutnya. Hal ini agaknya wajar, karena mereka lebih dikenalkan dengan ilmu-ilmu dan kebudayaan barat yang sekuler  anpa mengimbanginya dengan pendidiakan agama konsumsi moral dan jiwanya. Sikap umat yang demikianlah tankanya yang dimaksud sebagai ancaman dan tantangan bagi islam diawal abad   ke 20.