BAB 1
KEDUDUKAN
DAN FUNGSI MANUSIA
A.
KEDUDUKAN MANUSIA
Manusia adalah mahluk yang paling sempurna
diantara mahluk lainnya.Manusia diberi kemampuan untuk mengembangkan
naluri-nalurinya, baik yang bersifat biologis maupun yang bersifat spiritual.
Sehingga manusia bisa mengangkat derjatnya dari mahluk yang lain.
Tuhan
menciptakan manusia bukan tanpa rencana, dari segi hubungannya dengan tuhan,
manusia berkedudukan sebagai hamba (makhluq) dan kedudukan manusia dalam
konteks makhluk tuhan adalah makhluk yang terbaik.Allah menciptakan manusia
dengan suatu misi agar manusia menyembah dan tunduk pada hukum-hukum Allah
dalam menjalankan kehidupan dimuka bumi ini, baik yang menyangkut
hubungan dengan Allah atau dengan sesama manusia. Dari misi diatas, dapat
dimengerti bahwa tugas manusia didunia adalah untuk beribadah secara ikhlas,
karena Allah tidak membutuhkan manusia melainkan manusia yang membutuhkan-Nya.
1.
Kedudukan Manusia Sebagai Hamba Allah
Kedudukan
manusia yang paling utama adalah sebagai Abdullah yang artinya sebagai
Hamba Allah. Oleh karena itu, sebagai hamba Allah maka manusia harus menuruti
kemauan Allah, yang tidak boleh membangkan kepada-Nya. Dalam hal ini, manusia
mempunyai dua tugas yaitu: pertama ia
harus beribadah kepada Allah baik dalam pengertian sempit (sholat, puasa, haji, dsb.) maupun luas (melaksanakan semua aktifitas baik dalam hubungan dengan
secara vertikal kepada Allah SWT maupun bermuamalah dengan sesama manusia untuk
memperoleh keridoan Allah sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT dan
Hadist)..
2.
Kedudukan Manusia Sebagai kahalifah
Salah satu kedudukan manusia di dunia ini adalah
sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia diatas dunia ini
adalah untuk beribadah,sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk
mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat.
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang
telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia
memiliki tugas-tugas tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan
oleh Allah selama manusia itu berada di bumi sebagai khalifatullah.
Apa yang harus
dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? Dan bagaimanakah manusia
melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai
kesenangan dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang
menjelaskan mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti
disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Jabatan
manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah.Pada hakikatnya, kita
menjadi khalifatullah secara resmi adalah dimulai pada usia akil baligh
sampai kita dipanggil kembali oleh Allah. Manusia diciptakan oleh Allah di atas
dunia ini adalah untuk beribadah.Seperti ditegaskan oleh Allah di dalam
firman-Nya:
Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa li ya’budu.
“Tidak Aku
ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada-Ku.”
3. Kedudukan
Manusia Menurut Al-Qur’an
1). Makhluk termulia (Al-Israa':70)
Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan. (QS. 17:70)
2). Makhluk yang paling indah bentuk kejadiannya.
2). Makhluk yang paling indah bentuk kejadiannya.
Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.(QS. 95:4)
3). Makhluk yang diberikan kebebasan memilih dan bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. 91:7-10)
4). Makhluk yang diberi kemampuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan dibekali dengan alat-alat yang mendukungnya dalam meraih iptek itu:
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah.
Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, (96:1-3).
3). Makhluk yang diberikan kebebasan memilih dan bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. 91:7-10)
4). Makhluk yang diberi kemampuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan dibekali dengan alat-alat yang mendukungnya dalam meraih iptek itu:
Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah.
Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, (96:1-3).
5). Khalifah Allah SWT
6). Makhluk yang diberikan beban untuk beribadah kepada Allah SWT semata, ibadah yang mencakup ibadah ritual dan seluruh aspek kehidupan manusia.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51 (Adz Dzaariyaat: 56)
4.
Fitrah Manusia
Kedudukan
manusia sebagai hamba dan Khalifah di muka bumi ini tidak terlepas dari fitrah
manusia itu sendiri.
Fitrah berasal
dari kata “ fatara ” yg artinya ciptaan,suci dan seimbang. Menurut Louis Ma’luf
dalam kamus Al Munjid, fitrah adalah sifat yg ada pada setiap yg ada pada awal
penciptaanya, sifat alami manusia, agama dan sunah.Dengan demikian, dari segi bahasa fitrah dapat di
artikan sebagai kondisi awal manusia yg memiliki potensi untuk mengetahui dan
cenderung kepada kebenaran.Fitrah manusia dilihat dari beberapa aspek
1) Hanif
Fitrah dalam arti hanief sejalan dengan firman Allah
dalam surat Ar Ruum ayat 30 yg artinya : “ Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama (Allah), (
tetaplah atas ) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan fitrah Allah ( itulah ) agama yg lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui “.Dari ayat di atas, hanief berarti lurus atau
kecenderungan kepada kebaikan/kebenaran.
2)
Potensi Akal
Potensi adalah kelengkapan yg diberikan pada saat
manusia lahir ke dunia. Potensi yg dimiliki manusia, terbagi menjadi potensi
fisik dan rohaniah. potensi akal termasuk potensi rohaniah. Akalsecara bahasa
berarti pikiran atau rasio . Dalam Al Qur’an sendiri akal di artikan dengan
kebijaksanaan (wisdom ), intelegensia (intelligent) dan pengertian (
understanding ). Dengan demikian, Al Qur’an menempatkan akal bukan hanya pada
hal rasio , tetapi juga rasa bahkan bisa dikatakan hikmah atau bijaksana.
3)
Qoib
Al Qoib berasal dari kata qalaba yg berarti berubah,
berpindah atau berbalik. Menurut Ibnu Sayyidah berarti hati. Al Qoib diartikan
dalam dua pengertin. Yang pertama bisa berarti segumpal daging/jantung, dan yg
kedua adalah pengertian yg bersifat ketuhanan dan rohaniah yaitu hakikat
manusia yg dapat menangkap segala pengertian , berpengetahuan dan arif. Qoib
adalah pusat kegiatan untuk mengingat tuhan. Lain halnya dengan akal yg
digunakan untuk memikirkan alam.
4)
Nafsu
Adalah suatu
kekuatan yg mendorong manusia untuk mencapai keinginanya. Biasanya nafsu
bersifat bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Dengan nafsu, manusia dapat
bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yg lain. Jika nafsu tidak
terkendali dapat menyebabkan manusia masuk dalam kondisi yg berbahaya. Untuk
mengendalikan nafsu tersebut, manusia menggunakan akalnyauntuk mengikuti jalan
yg ditunjukan oleh agama agar tercipta An-nafs Al-mutmainah
B.
FUNGSI MANUSIA
Jika Allah menciptakan sesuatu,
pasti sesuatu tersebut mempunyai guna/fungsi, tak terkecuali manusia. Manusia
diciptakan Allah adalah sebagai makhluk yang paling sempurna dimuka bumi, maka
secara otomatis manusia adalah pemimpin (khalifah) yang nantinya akan dimintai
pertanggung jawabannya. Sebagai khalifah berarti manusia adalah wakil Allah
damuka bumi dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya di bumi. Jika
manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah, maka kesatuan manusia dan
alam semesta ini dapat terjaga dangan baik.
Setelah kita mengetahui kedudukan
kita selaku manusia,tentunya kita sudah dapat mengetahui fungsi kita selaku manusia,yakni
a. Makhluk yang
senantiasa tunduk pada Allah SWT
b. Khalifah,yang
bertugas menata bumi ini dan kelak dimintai pertanggung jawabannya
c. Hamba yang
taat pada Tuhannya
Jika kita sudah
menyadari bahwa diri kita sebagai “Khalifah Allah”, kemudian penciptaan kita
itu adalah dalam rangka beribadah kepada Allah, semua ibadah yang kita lakukan
dalam rangka menjaga empat hubungan tadi dan menghindari empat hubungan tadi,
maka manusia tersebut menjadi manusia yang muttaqin sejati.
Kalau manusia sudah
seperti itu, pasti dia akan hasanatan fiddunya wa hasanatan fil akhirah.
Di dalam tasawuf, manusia seperti inilah yang dinamakan insanul kamil,
yaitu manusia yang sudah mencapai derajat para Nabi, terutama mencapai derajat
Rasulullah Muhammad SAW. Derajat para Nabi yang dimaksud adalah derajat dalam
hal amal ibadah, bukan sebagai Nabinya.
BAB
2
KEBUTUHAN
MANUSIA TERHADAP AGAMA
A.
Pengertian Agama
Selain kata agama dikenal juga kata din (bahasa Arab) dan juga religi
(bahasa Eropa)
Din dalam bahasa semik berarti undang-undang atau hukum,dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai,menundukkan,patuh,hutang,balasan,kebiasaan.
Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan mendapat dosa dan kegelisahan dan bila dikerjakan mendapat balasan dan ketenangan.Religi berasal dari kata religere yang berarti mengikat ajaran-ajaran agama antara manusia dengan Tuhan.
Din dalam bahasa semik berarti undang-undang atau hukum,dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai,menundukkan,patuh,hutang,balasan,kebiasaan.
Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan mendapat dosa dan kegelisahan dan bila dikerjakan mendapat balasan dan ketenangan.Religi berasal dari kata religere yang berarti mengikat ajaran-ajaran agama antara manusia dengan Tuhan.
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw, diyakini dapat
menjamin dapat terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di
dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu
menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang
seluas-luasnya.
Manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab
segala pertanyaan yang ada dalam benaknya. Segala keingintahuan itu akan
menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya
tindakan irrasionalitas.
Kemudian sebagian para ahli mengatakan bahwa rasa ingin tahu dan rasa takut
mendorong tumbuh suburnya rasa keagamaan dalam diri manusia. Ia merasa berhak
untuk mengetahui dari mana ia berasal, untuk apa dia berada di dunia, apa yang
mesti ia lakuakan demi kebahagiaan dunia dan alam akhirat nanti, yang merupakan
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah agama.
B.
FUNGSI AGAMA
Telah diketahui bahwa agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara
lain karena agama merupakan :
1. Sumber pedoman
hidup bagi individu maupun kelompok
2. Mengatur tata
cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
3. Merupakan
tuntutan tentang prinsip benar atau salah
4. Pedoman
mengungkapkan rasa kebersamaan
5. Pedoman
perasaan keyakinan
6. Pedoman
keberadaan
7. Pengungkapan
estetika (keindahan)
8. Pedoman
rekreasi dan hiburan
9.
Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari
suatu agama
C.
PENTINGNYA AGAMA BAGI
MANUSIA
Sedikitnya
tiga alasan,mengapa agama penting bagi manusia
1)
Latar belakang Fitra
manusia
Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan pertama
kali ditegaskan dalam ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri
manusia
Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah
yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karenanya, ketika
datang wahyu Tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut
memang amat sejalan dengan fitrahnya itu. Dalam ajaran
Islam dijelaskan bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia.
Dalam Surat al-Rum, 30: 30
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَ ا
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu”
2) Kelemahan dan kekurangan manusia
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan
agama adala karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga
memiliki kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata an-nafs.
Menurut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan al-qur’an, nafs diciptakan
Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong
manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia
inilah yang oleh al-qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar.
Seperti yang tertera dalam al-qur’an surat Al-Syams ayat 7-8:
o
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
o
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
”dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams, 91:7-8)
3) Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama
adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai
tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar
Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa
nafsu dan bisikan setan. Lihat Surat Al-Isra’ ayat 53.
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَكَانَلِلإنْسَانِعَدُومُبِينًا
Artinya:
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: " Hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan
perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagi manusia.Sementara tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan
manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan manusia dati Tuhan. Seperti
yang tertera dalam al-qur’an surat Al-anfal ayat 36:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّه
Artinnya: “Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)
dari jalan Allah.”
BAB 3
ISLAM
SEBAGAI DIENULLAH
Agama Islam Adalah Agama yang Haq (Benar) yang Dibawa oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dengan Islam, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri serta menyempurnakan
agama-agama Islam untuk para hamba-Nya. Dengan Islam pula, Allah Subhanahu wa
Ta’ala menyempurnakan kenikmatan-Nya dan meridhai Islam sebagai agama. Agama
Islam adalah agama yang benar dan satu-satunya agama yang diterima Allah
Subhanahu wa Ta’ala, kepercayaan selain Islam tidak akan diterima.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imran: 85)
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk
memeluk agama Islam karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diutus
untuk seluruh manusia, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِـي وَيُمِيتُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada yang
berhak disembah selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan
kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu
mendapat petunjuk“. (QS. Al-A’raaf: 158)
Hal ini juga sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam :
“وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍبِيَدِهِ!لاَيَسْمَعُ بِى أَحَدٌمِنْ هَذِهِ اْلأُمَّةِيَهُودِيٌّ وَلاَنَصْرَانِيٌّ،ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرسِلْتُ بِهِ،إِلاَّكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.”
“Demi yang diri Muhammad ada di tangan Allah, tidaklah mendengar seorang
dari ummat Yahudi dan Nasrani yang mendengar diutusnya Muhammad, kemudian dia
mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang diutus dengannya (Islam),
niscaya dia termasuk penghuni Neraka. “[ref]HR. Muslim (I/134), no. 153), dari
Shahabat Abu Hurairah[/ref]
Mengimani nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, artinya membenarkan
dengan penuh penerimaan dan kepatuhan pada seluruh apa yang dibawanya bukan
hanya membenarkan semata. Oleh karena itulah Abu Thalib (pamannya Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) termasuk kafir, yaitu orang yang tidak beriman
kepada Nabi meskipun dia membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan dia membenarkan pula bahwa Islam adalah agama yang
terbaik.
·
Islam adalah
agama yang sempurna dalam ‘aqidah dan syar’iat. Bentuk kesempurnaannya diantara
adalah:
·
Memerintahkan
bertauhid dan melarang syirik
·
Memerintahkan
untuk berbuat jujur dan melarang bersikap bohong.
·
Memerintahkan
untuk berbuat adil dan melarang bersikap zhalim.
·
Memerintahkan
untuk bersikap amanah dan melarang ingkar janji.
·
Memerintahkan
untuk menepati janji dan melaran bersikap khianat.
·
Memerintahkan
untuk berbakti kepada ibu-bapak serta melarang mendurkahinya.
A.
Pengertian Agama Islam
Kata Islam, berasal dari kata ‘aslama – yuslimu – Islaman’,
artinya, tunduk, patuh, menyerahkan diri.[1] Kata Islam terambil dari kata
dasar sa la ma atau sa li ma yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat,
tidak tercela.[2] Hal serupa juga diungkapkan oleh Hamka dalam bukunya Studi
Islam bahwa “Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil dari kata salima yang
berarti selamat, damai, tunduk, pasrah dan berserah diri”.[3] Objek penyerahan
diri ini adalah Pencipta seluruh alam semesta, yakni Allah SWT. Dengan
demikian, Islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT., sebagaimana
tercantum dalam al-Qur’an surat Ali- Imran ayat 19 berikut:
“Sesungguhnya
agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam .(QS. Ali-Imran : 19)
Menurut
istilah, Islam adalah wahyu atau risalah yang diberikan Allah kepada Nabi
Muhammad untuk disampaikan kepada umatnya yang menjadi pedoman bagi kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.[4] Dari definisi ini terlihat ada tiga unsur pokok
yang membedakan Islam dengan agama-agama yang lain, yaitu:
Islam itu adalah
risalah atau wahyu dari Tuhan.
Wahyu atau
risalah Tuhan itu disampaikan kepada Nabi Muhammad, artinya wahyu atau
risalah-risalah yang disampaikan selain kepada Nabi Muhammad bukanlah Islam.
Islam bertujuan untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, artinya Islam bukanlah agama yang berat sebelah, ke akhirat saja atau ke dunia saja.
Islam bertujuan untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, artinya Islam bukanlah agama yang berat sebelah, ke akhirat saja atau ke dunia saja.
B.
Ruang Lingkup Agama Islam
Secara garis besar ruang lingkup agama Islam mencakup :
I.
Hubungan Manusia dengan Penciptanya
(Allah SWT)
Firman
Allah SWT
“Dan
Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
(QS. Az-Zariyat: 56)
Hubungan manusia dengan Allah disebut pengabdian (ibadah). Pengabdian manusia bukan untuk kepentingan Allah, Allah tidak berhajat (berkepentingan) kepada siapapun, pengabdian itu bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada asal penciptannya yaitu Fitrah (kesucian)Nya agar kehidupan manusia diridhai oleh Allah SWT.
Hubungan manusia dengan Allah disebut pengabdian (ibadah). Pengabdian manusia bukan untuk kepentingan Allah, Allah tidak berhajat (berkepentingan) kepada siapapun, pengabdian itu bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada asal penciptannya yaitu Fitrah (kesucian)Nya agar kehidupan manusia diridhai oleh Allah SWT.
II.
Hubungan Manusia dengan Manusia
Agama Islam memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan,
kemasyarakatan, kenegaraan, perekonomian dan lain-lain. Konsep dasar tersebut
memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berkenaan dengan: hubungan
manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Seluruh
konsep kemasyarakatan yang ada bertumpu pada satu nilai, yaitu saling menolong
antara sesama manusia.
Firman Allah SWT:
“Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (QS. Al-Maidah : 2)
III.
Hubungan Manusia dengan Makhluk
lainnya/Lingkungannya
Seluruh benda-benda yang diciptakan oleh Allah yang ada di alam
ini mengandung manfaat bagi manusia. Alam raya ini ada tidak terjadi begitu
saja, akan tetapi diciptakan oleh Allah dengan sengaja dan dengan hak.
Firman
Allah :
Artinya
: “Tidaklah kau perhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit
dan bumi dengan hak?” (QS. Ibrahim : 19)
C.
Ajaran Agama Islam
a)
Ajaran Islam di Bidang Aqidah.
Aqidah Islam adalah aqidah yang tidak bisa dibagi-bagi. Iman
seorang mu’min adalah iman 100% tidak bisa 99% iman, 1% kufur. Allah SWT
berfirman:
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar
terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat
demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari
kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah
dari apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqarah 2: 85).
b)
Ajaran Islam di Bidang Ibadah
Ibadah dalam Islam menjangkau keseluruhan wujud manusia secara
penuh. Seorang muslim beribadah kepada Allah dengan lisan, fisik, hati, akal,
dan bahkan kekayaannya.[14] Lisannya mampu berdzikir, berdoa, tilawah, amar
ma’ruf nahi munkar. Fisiknya mengiringi dengan berdiri, ruku’ dan sujud, puasa
dan berbuka, berjihad dan berolah raga, membantu mereka yang membutuhkan.
c)
Ajaran Islam di Bidang Akhlak
Kesempurnaan Islam juga mengatur pada akhlaq Islam yang berkaitan
dengan menyayangi binatang, tidak menyakiti dan membunuhnya tanpa alasan.
Akhlaq Islam yang berkaitan dengan alam raya, sebagai obyek berfikir, merenung
dan belajar, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal.” (QS. Ali ‘Imran 3: 190), sebagai sarana berkarya dan pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari.
d)
Ajaran Islam di Bidang Hukum Syariah
Syariah Islam tidak hanya mengurus individu tanpa memperhatikan
masyarakatnya, atau masyarakat tanpa memperhatikan individunya. Syariah Islam
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Ada aturan ibadah, yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah. Ada halal dan haram (bahaya-berguna) yang
mengatur manusia dengan dirinya sendiri. Ada hukum keluarga, nikah, thalaq,
nafkah, persusuan, warisan, perwalian, dsb. Ada aturan bermasyarakat, seperti:
jual beli, hutang-piutang, pengalihan hak, kafalah, dsb. Ada aturan tentang
tindak kejahatan, minuman keras, zina, pembunuhan, dsb.
D.
Islam sebagai Dienullah
Latar belakang perlunya manusia pada agama
adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk beragama. Potensi
yang beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, pengambangan dan seterusnya
dengan cara mengenalkan agama kepadanya.
Faktor lainnya yang melatar belakangi
manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai
kesempurnaan juga memiliki kekurangan .
Allah menciptakan manusia dan berfirman
“bahwa manusia itu telah diciptakan-nya dengan batas-batas tertenu dan dalam
keadaan lemah.
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ [القمر/49]
Artinya : “Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu (terasuk manusia) telah kami
ciptakan dengan ukuran (batas) tertentu (QS. Al-Qomar : 49)
Faktor lain yang menyebabkan manusia
memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi
berbagai tantangan, baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam.
Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan
yang datang dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan
manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka
dengan rela mengeluarka biaya, tenaga, dan fikiran yang dimanifestasikan dalam
berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia
dari tuhan. Allah berfirman dalam Al-Qr’an Surat Al-Anfal : 36
Yang artinya : “sesungguhya orang-orang
yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan
Allah”.(QS.Al-Anfal:36)
Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini
adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia
ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah
untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di
atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam
rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai
kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Dienul Islam adalah satu-satunya dien (tatanan
kehidupan) yang diakui Allah, yang ditegakkan dan dibangun para Rosul-Nya
berdasarkan Dienullah. Sedangkan Dienullah itu sendiri adalah suatu konsep atau
sistem kehidupan semesta yang murni “produk” Allah (Kalimatullah, Kalimah
Thoyyibah) yang sempurna dan abadi, tak pernah terjadi perubahan di padanya.
Tidak ada sedikitpun campur tangan manusia terhadapnya. Kalaupun terjadi
manusia campur tangan terhadapnya, Allah menyebutnya sebagai “iftiro”
(mengada-ada) atau kebohongan, suatu tindakan mencampuri urusan Allah,
menandingi Allah atau membuat kepalsuan (yakdzibuun).
kondisi dan kualitas jiwa dan karya
(amal)-nya atara lain tergambar sebagai berikut :
1. Yang dominan pada unsur “Rasa” pada jiwanya, adalah perasaan CINTA kepada Allah, yang tumbuh dari keterpaduan harap (roja`) dan takut (Khosyyah) kepada-Nya. Dan itulah yang disebut IMAN.
2. Yang memenuhi unsur “karsa” pada jiwanya, hanya
ingin menjadi hamba Allah yang mengabdikan totalitas dirinya untuk mewujudkan
program Allah di bumi, untuk memperoleh keridhoan dan kasih sayang yang tulus
dari-Nya. Dengan kata lain, dengan bekerjka keras mewujudkan Rahman Rahim Allah
di bumi, ia berharap mendapat Rahman Rahim Allah bagi dirinya secara abadi.
3. Unsur “cipta” dari jiwanya, diisi dan diperkuat
hanya dengan Ilmu Allah, ilmu yang merupakan kebenaran murni dan hakiki yang
terakses dari membaca ayat-ayat-Nya yang memenuhi seluruh dimensi ruang dan
waktu (pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang), yang
senantiasa dipandu dan diterangi dengan petunjuk (hidayah) Allah yang terbaca
dari Kitab-Nya.
4. Keseluruhan aktifitas dan karyanya secara kaaffah,
terarahkan, terpimpin dan terkendali dalam suatu institusi Robbani yang
dapat muncul dan tumbuh (dibangkitkan) kapanpun di bumi ini, atas kehendak-Nya.
Mereka berjihad dengan kerja keras berpandukan Manhaj Risalah berkendalikan
syari’ah, melengkah pasti menempuh Jalan Yang Lurus.
5. Konsistensinya terhadap keempat unsur diatas, yang
secara essensial keempat unsur tersebut adalah, iman, Islam (penghambaan diri),
ilmu dan amal shaleh, selalu terjaga dengan cara senantiasa menghadirkan Allah
dalam hatinya, melalui kontinuitas dzikrullah dan amalan ritual
yang senantiasa mereka lakukan (daaimuun – yuhaafidhuun).
BAB
4
SUMBER POKOK AJARAN ISLAM
(AL-QUR’AN
DAN HADITS)
A.
AL-QUR’AN
Secara
etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan
yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu).
Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang
diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat
an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran sumber agama (juga ajaran)
Islam pertama dan utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar
dengan yang disampai- kan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai
Rasul Allah sedikit demi sediki selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di
Mekah kemudian di Medinah.
Ciri-cirinya adalah :
1. Ayat-ayat
Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Quran,
terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya
panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28
surat, 1456 ayat.
2. Ayat-ayat
Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedang
ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai
orang-orang yang beriman).
3. Pada umumnya
ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada Kemaha Esaan
Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedang
ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya.
Pokok-pokok kandungan
dalam Alquran antara lain:
1. Petunjuk
mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini
berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari
kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.
2. Petunjuk
mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan
dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia
ini dan di akhirat kelak.
3. Petunjuk
tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan leh manusia
dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.
4. Kisah-kisah
umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Saba yang tidak
mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum mereka dengan
mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun
lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya.
5. Berita
tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang
disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala
(terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila sangkakala pertamaditiupkan,
diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya dibenturkan sekali bentur.
Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah
(69) : 13-16.
6. Benih dan
Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
7. Hukum yang
berlaku bagi alam semesta.
Keutamaan Al-Qur’an
ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:
1. Sebaik-baik
orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
2. Umatku yang
paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
3. Orang-orang
yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan
mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit
membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
4. Sesungguhnya
Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut
dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
5. Bacalah
Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong
bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Al-Quran mengandung
tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
1. Hukum
I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia
dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini
tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu
Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
2. Hukum Amaliah,
yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT,
antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar.
Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat.
Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
3. Hukum
Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam
kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini
tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu
Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum
syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
1. Hukum ibadah,
yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat,
puasa, zakat, dan haji
2. Hukum
muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam
sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
· Hukum
munakahat (pernikahan).
· Hukum faraid (waris).
· Hukum jinayat
(pidana).
· Hukum hudud
(hukuman).
· Hukum
jual-beli dan perjanjian.
· Hukum tata
Negara/kepemerintahan
· Hukum makanan
dan penyembelihan.
· Hukum aqdiyah (pengadilan).
· Hukum jihad
(peperangan).
· Hukum dauliyah
(antarbangsa).
Fungsi
Al-Qur’an antara lain adalah:
1. Menerangkan
dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
2. Al-Qur’an
kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
3. Pembenar
(membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92;
10: 37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
4. Sebagai Furqon
(pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
5. Sebagai obat
penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
6. Sebagai
pemberi kabar gembira
7. Sebagai
hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
8. Sebagai
peringatan
9. Sebagai cahaya
petunjuk (QS. 42: 52)
10.
Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
11.
Sebagai pelajaran
B.
HADIST/As-Sunnah
Al-Hadis adalah sumber
kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis
mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan
pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu
dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.
Ada tiga peranan
al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni
sebagai berikut :
1. Menegaskan
lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran
terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya
dijelaskan oleh Nabi.
2. Sebagai
penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia
mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya
raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil
mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan
shalat.
3. Menambahkan
atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di
dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan
bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di
surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa
larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua
kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.
Macam-macam As-Sunnah:
- ditinjau dari bentuknya
1. Sunnah
qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
2. Sunnah
fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
3. Sunnah
taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan
ataupun perbuatan orang lain
4. Sunnah
hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak
sampai dikerjakan
- ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya
1. Mutawir,
yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
2. Masyhur,
diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat
mutawir
3. Ahad, yang
diriwayatkan oleh satu orang.
- Ditinjau dari kualitasnya
1. Shahih, yaitu
hadits yang sehat, benar, dan sah
2. Hasan, yaitu
hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan pembawaannya
yang kurang baik.
3. Dhaif, yaitu
hadits yang lemah
4. Maudhu’,
yaitu hadits yang palsu.
- Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
1. Maqbul, yang
diterima.
2. Mardud, yang
ditolak.
BAB 5
IJTIHAD SEBAGAI METODE KAJIAN HUKUMAN ISLAM
A. Pengertian Ijtihad
ijtihad adalah
mengarahkan segenap kemampuan intelektual dan spiritual untuk mengeluarkan
hukum yang ada dalam Al-qur’an atau as-sunnah, sehingga hukum tersebut dapat
diterapkan dalam lapangan kehidupan manusia sebagai solusi atas
persoalan-persoalan umat.
Ijtihad fardi
merupakan ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid secara pribadi. Sedangkan,
ijtihad jama’i adalah ijtihad yang di lakukan oleh para mujtahid secara
kelompok. Namun pada hakikatnya ijtihad jama’i tersebut tetap dilakukan
oleh akal orang perorang, hanya saja dalam merumuskan satu masalah secara
bekerjasama
B. Syarat dan
Sifat Mujtahid
Syarat adalah
ketentuan formal yang harus terpenuhi seluruhnya oleh seorang mujtahid. Jika
salah satu syarat tidak terpenuhi, maka tidak sah (gugur) aktifitas ijtihadnya.
sifat adalah
kepribadian yang idealnya dimiliki oleh seorang mujtahid untuk sempurnanya
hasil ijtihad. Sifat ini merupakan adab batin seseorang.
M. Dawam Raharjo
mengutip pendapat Yusuf Al-qardhawi, tentang syarat-syarat mujtahid, yaitu:
1. Memahami
Al-qur’an
2. Memahami
sunnah rosul
3. Menguasai
bahasa Arab
4. Mengetahui
masalah-masalah hukum yang telah ijma’
5. Menguasai ilmu
ushul fiqih, terutama metode qiyas dan ijma’.
6. Memahami
maksud dan tujuan syariat
7. Mengenal
manusia dan kehidupan sekitarnya, dan
8. Memiliki sikap
adil dan taqwa
C.
RUANG LINGKUP IJTIHAD (MAJAL AL-IJTIHAD)
lapangan
ijtihad itu ada dua.
1.
sesuatu yang tidak
dijelaskan sama sekali oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW dalam Al- Qur’an dan
al-Sunnah (ma la nasha fi ashlain).
2.
sesuatu yang ditetapkan berdasarkan dalil zhanni
al-tsubut wa al-dalalah atau salah satunya (zhanni al-tsubut atau zhanni
al-dalalah).
Contoh masalah yang sudah ada hukumnya dalam nash:
الزا والزاني فاجلدواكل واحد ماة جلدة
Artinya: perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing seratus
kali dera. (QS.An-Nuur: 22).
Contoh diatas sudah
jelas, bahwa baik laki-laki maupun perempuan yang berzina, masing-masing didera
seratus kali, hukum ini sudah jelas sehingga tidak perlu diijtihadi.
Sedangkan contoh masalah yang membutuhkan ijtiihad
adalah:
اقيم الصلوة واتوالزكوة
Artinya : Dan
lakukanlah sholat, tunaikanlah zakat… (QS.Al-Baqoroh:43)
Dalam contoh ini
memang sudah jelas bahwa umat manusia diperintahkan untuk melaksanakan sholat
dan zakat, namun bagaimana cara melakukannya belum diterangkan dalam ayat
tersebut, jadi masih perlu diijtahadi, contohnya berapa ukuran zakat padi,
zakat perdagangan, zakat profesi, dan seterusnya..
Berijtihad dalam
bidang-bidang yang tak disebutkan dalam Al-qur'an dan hadist dapat ditempuh
dengan berbagai cara :
1. Qiyas atau
analogi adalah salah satu metode ijtihad, telah dilakukan sendiri oleh
rosulullah SAW. Meskipun sabda nabi merupakan sunah yang dapat menentukan hukum
sendiri
2. Memelihara
kepentingan hidup manusia yaitu menarik manfaat dan menolak madlarat dalam
kehidupan manusia.
D.
HUKUM MELAKUKAN IJTIHAD
Pertama, bagi seorang
Muslim yang memenuhi kriteria mujtahid
yang dimintai
fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi dan ia khawatir peristiwa itu
akan hilang begitu saja tanpa kepas-tian hukumnya, atau ia sendiri mengalami
peristiwa yang tidak jelas hukumnya dalam nas, maka hukum ijtihad menjadi wajib
‘ain.
Kedua, bagi seorang Muslim yang memenuhi
kriteria mujtahid yang diminta fatwa hukum atas suatu peristiwa yang terjadi,
tetapi ia mengkhawatirkan peristiwa itu lenyap dan selain dia masih ada
mujtahid lainnya, maka hukum ijtihad menjadi wajib kifayah.
Ketiga, hukum
berijtihad menjadi sunat jika dilakukan atas persoalan-persoalan
yang tidak
atau belum terjadi.
Keempat,
hukum. ijtihad menjadi haram dilakukan atas peristiwa-peristiwa yang sudah
jelas hukumnya secara qathi’, baik dalam Alquran maupun al-Sunnah atau
ijtihad atas peristiwa yang hukumnya telah ditetapkan secara ijmak.
Adapun
spesifikasi dari macam-macam hukum Islam, fuqaha memberi formulasi di antaranya
wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
1.
Wajib
2.
Sunnah
3.
Haram
4.
Makruh
5.
Mubah
Kriteria
mujtahid
Adapun
syarat-syarat yang telah disepakati adalah:
a. Mengetahui
al-Quran
b. Mengetahui
as-sunnah
c.
. Mengetahui bahasa Arab
d. Mengetahui
tempat-tempat ijma’.
e.
Mengetahui ushul fiqh
f. Mengetahui
maksud dan tujuan syariah
g. Mengenal
manusia dan kehidupan sekitarnya.
h. Bersifat
adil dan taqwa
i.
Adapun ketentuan-ketentuan yang masih
dipersilihkan adalah mengetahui ilmu ushuluddin, ilmu mantiq, dan mengetahui
cabang-cabang fiqh.
Taqlid
taqlid
adalah sebuah masa atau tindakan di mana ijtihad dilarang untuk dilakukan. Dan
pada masa ini lebih memberikan aspek legal-formal pada ulama-ulama yang telah
memberikan produk hukumnya masing-masing. Sehingga pada periode ini, Islam
lebih terpetak-petak dalam madzab-madzab tertentu yang menjadi panutan.
Ittiba’
Menurut
ulama ushul, ittiba’ adalah mengikuti atau menuruti semua yang diperintahkan,
yang dilarang, dan dibenarkan Rasulullah SAW. Dengan kata lain ialah
melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan yang dikerjakan Nabi
Muhammad SAW. Definisi lainnya, ittiba’ ialah menerima pendapat seseorang
sedangkan yang menerima itu mengetahui dari mana atau asal pendapat itu.
Ittiba’ ditetapkan berdasarkan hujjah atau nash. Ittiba’ adalah lawan taqlid.
Talfiq
Menurut
istilah, talfiq ialah mengambil atau mengikuti hukum dari suatu peristiwa atau
kejadian dengan mengambilnya dari berbagai macam madzhab. Contoh nikah tanpa
wali dan saksi adalah sah asal ada iklan atau pengumuman. Menurut madzhab
Hanafi, sah nikah tanpa wali, sedangkan menurut madzhab Maliki, sah akad nikah
tanpa saksi.
E. Ijtihad
Sebagai Sumber dan Metode Study Islam
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berfikir
dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuan syariat islam untuk
menetapkan atau menentukan suatu hukum syariat islam dalam hal-hal yang
ternyata belum di tegaskan hukumnya oleh Al-qur’an dan sunnah. Ijtihad dalam
hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan,
tetapi tetap berpedoman pada Al-qur’an dan sunnah.
Ijtihad di
bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran islam yang terdapat dalam
Al-qur’an dan sunnah adalah bersifat pokok-pokok dan prinsip-prinsipnya saja.
Bila ternyata ada yang agak terperinci, maka perincian itu adalah sekedar
contoh dalam menerapkan yang prinsip itu. Sejak di turunkan sampai nabi
Muhammad SAW wafat, ajaran islam telah tumbuh dan berkembang melalui ijtihad
yang di tuntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang tumbuh dan
berkembang pula. Sebaliknya, ajaran islam sendiri telah berperan mengubah
kehidupan manusia menjadi kehidupan muslim
BAB 6
SYARIAT ISLAM
Pengertian Syariat Islam
Syari’at, bisa disebut syir’ah, artinya secara bahasa adalah
sumber air mengalir yang didatangi manusia atau binatang untuk minum. Perkataan
“syara’a fiil maa’i” artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada
syari’ah. Kemudian kata tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah
yang diturunkan untuk manusia. Sedangkan arti syari’at menurut istilah adalah
hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya
yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang,
dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Syariat islam adalah hukum dan
aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi
hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh
kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan
panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan
kehidupan dunia ini.
Pembagian Syari’at
Islam
Hukum yang diturunkan
melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
1. Ilmu Tauhid.
1. Ilmu Tauhid.
2. Ilmu Akhlak
3. Ilmu Fiqh
Tujuan Syariat Islam
ada 5 (lima) hal pokok
yang merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:
1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
3. Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
3. Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Ruang Lingkup Syariah Islam
Syariah Islam adalah aturan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia. Hukum-hukum Islam yang diatur dalam Al Qur’an dan As Sunah meliputi :
1. Aspek aqidah.
2. Aspek akhlaq.
3. Aspek hukum-hukum ‘amaliyah (praktis).
Prinsip-prinsip syariah Islam dan
tabiat hukum-hukumnya :
(a) Hukum-hukum
terperinci : yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan aqidah, atau ibadah atau
akhlaq atau beberapa masalah khusus yang berkaitan dengan hubungan antar
individu. Aqidah hadir secara terperinci menerangkan hakekat-hakekat yang
bersifat pasti. Ibadah mengatur hubungan antara hamba dengan Kholiq, sedangkan
akhlaq berperan penting dalam meluruskan perilaku masyarakat. Ketiga unsur yang
diterangkan secara terperinci ini berjalan seiring membentuk masyarakat yang
bertauhid dan lurus serta sholeh. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan
antara individu juga bersifat tsabat (baku) dan terperinci karena keberadaannya
dan hajat manusia kepadanya akan tetap berlangsung sepanjang masa dan di segala
tempat, sementara aturan lain tidak ada yang bisa menggantikan perannya dan
merealisasika maslahat bagi umat manusia . Yang termasuk dalam hukum ini adalah
; hukum-hukum yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga, pernikahan dan
warisan, pengharaman riba dalam aspek mu’amalah (interaksi ekonomi), hukuman
atas berbagai tindak kriminal (qishosh, diyat, rajam, potong tangan, hukuman
atas orang murtad dll). Semuanya bersifat baku karena hanya aturan inilah yang
sesuai dengan segala tempat dan zaman serta merealisasikan maslahat bagi umat
manusia.
(b) Hukum yang bersifat global, hanya menyebutkan
kaedah-kaedah pokok dan prinsip-prinsip
Hukum-hukum ini tidak menyebabkan kesempitan bagi umat manusia,
sebagaimana juga tidak akan pernah ketinggalan dengan perkembangan tekhnologi
dan peradaban umat manusia. Hukum-hukum yang termasuk dalam kategori ini menjadi
ruang ijtihad bagi para ulama mujtahidin. Di antara contohnya adalah : kaedah
(tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain), prinsip syuro dalam
bidang hukum dan prinsip keadilan.
Pembagian Syari’at Islam
Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan dasar-dasar keyakinan agama Islam,
yang tidak boleh diragukan dan harus benar-benar menjadi keimanan kita.
Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan Dzat dan Sifat Allah swt. yang
harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di dalamnya kenikmatan dan
siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk. Ilmu tauhid ini dinamakan juga
Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak, yaitu
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan dan penyempurnaan jiwa.
Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada perlindungan keutamaan dan
mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus berbuat benar, harus memenuhi
janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan berkhianat.
3. Ilmu Fiqh, yaitu
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan
manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua bagian: pertama, ibadah,
yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya.
Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contoh
ibadah misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua, muamalat, yaitu bagian
yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara manusia dengan sesamanya.
Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).
Tujuan Syariat Islam
1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak
bertanggung-jawab yang hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran
Islam memberikan kebebasan untuk memilih agama, seperti ayat Al-Quran:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…” (QS
Al-Baqarah [2]: 256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan
lil’alamin, maka Allah SWT telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan
berbuat musyrik dan murtad:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik
dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisaa [4]: 48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah
hukum qishash yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang
telah membunuh orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang
lain, akan dicederai, seseorang yang yang telah menyakiti orang lain, akan
disakiti secara setimpal. Dengan demikian seseorang akan takut melakukan
kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:
“Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan
kepadamu qishash (pembalasan) pada orang-orang yang dibunuh…” (QS Al-Baqarah
[2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang
bersangkutan, atau daiat (ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat
Al-Quran menerangkan hal ini:
“Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya,
hendaklah mengikuti cara yang baik dan hendaklah (orang yang diberi maaf)
membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula)” (QS Al-Baqarah
[2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para
calon pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai
taruhannya. Dengan begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.
3. Memelihara akal (Hifzh al-’aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia
dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah)
menuju manusia kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akan
adalah dengan menghindari khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran
menjelaskan sebagai berikut:
“Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai
khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa
besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar
dari manfaatnya.” (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan
dosa perjudian.
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh
al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam
Syariat Islam telah jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa
saja yang tidak boleh dinikahi. Al-Quran telah mengatur hal-hal ini:
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah [2]:
221).
“Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]: 2).
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.” (QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan
emosional (dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa
lebih aman, karena Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau
kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
“Laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagaimana)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana”
BAB 7
METODE
MEMPELAJARI ISLAM
A. Pendekatan Studi Islam
Pendekatan studi islam meliputi :
a)
Pendekatan Teologi Normatif
Dalam
pendekatan teologis memahami agama adalah pendekatan yang menekankan bentuk
formal simbol-simbol keagamaan, mengklaim sebagai agama yang paling benar, yang
lainnya salah sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, kafir,
sesat, dan murtad. Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara
harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan
kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiris
dari keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang
lainnya.
Pendekatan
teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara
berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya,
karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar sehingga tidak perlu
diperytanyakan terlebih dahulu, melainkan dimulai daari keyakinan yang
selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.
Pendekatan
teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu
pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari
Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.
b)
Pendekatan Antropologis
Antropologi
adalah ilmu tentang manusia khususnya tentang asal usul, aneka warna bentuk
fisik, adat istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau. Menurut kamus umum,
antropologi adalah ilmu pengetahuan tentang m,anusia mengenai asalnya,
perkembangannya, jenis (bangsaanya) dan kebudayaanya. Antropologi dibagi 2,
yaitu antropologi fisik dan antropologi budaya, termasuk etimologi dn ilmu
bahasa.
Antropologi
adalah ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan
mempelajari aneka bentuk fisik, kepribadian, masyarakat, serta kebudayaanya.
Pendekatan dan studi agama membuahkan antropologi agama yang dapat dikatakan
sebagian dari antropologi budaya, bukan antropologi sosial. Antropologi agama
sebagai bagian dari ilmu agama yang sistematis. Metode antropologi pada umumnya
adalah objek sekelompok manusia yang biasanya manusia sederhana dalam kebudayaan
hidupnya, artinya meliputi seluruh aspek budaya.
c)
Pendekatan Sosiologi
Sosiologi
jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Merupakan ilmu
yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan
yang ciri-ciri utamanya yaitu:
1.Sosiologi
bersifat empiris, artinya selalu didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat dan hasilnya
tidak spekulatif.
2. Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
3. Sosiologi bersifat kumulatif yaitu teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas teori yang lama.
4. Sosiologi bersifat non etis yakni yang dipersoalkan bukanlah baik buruk fakta tertentu akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
2. Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
3. Sosiologi bersifat kumulatif yaitu teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas teori yang lama.
4. Sosiologi bersifat non etis yakni yang dipersoalkan bukanlah baik buruk fakta tertentu akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
d)
Pendekatan Fenomenologis
Istilah fenomenologi
berasal dari bahasa Yunani pahainomenon yang berarti gejala atau apa
yang menampakkan diri pada kesadaran kita. Dalam hal ini fenomenologi merupakan
sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala yang
membanjiri kesadaran manusia. Metode ini dirintis oleh Edmund Husserl
(1859-1938). Secara operasional, fenomenologi agama menerapkan metodologi
‘ilmiah’ dalam meneliti fakta religius yang bersifat subyektif seperti pikiran,
perasaan, ide, emosi, maksud, pengalaman, dan apa saja dari seseorang yang
diungkapkan dalam tindakan luar (fenomena).Maka dari itu, dalam operasionalnya
pendekatan fenomenologi membutuhkan perangkat lain, misalkan sejarah, filologi,
arkeologi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan sebagainya.
e)
Pendekatan Filosofis
Yang dimaksud adalah melihat suatu
permasalahan dari sudut tinjauan filsafat dan berusaha untuk menjawab dan
memecahkan permasalahan itu dengan menggunakan analisis spekulatif. Pada
dasarnya filsafat adalah berfikir untuk memecahkan masalah atau pertanyaan dan
menjawab suatu persoalan. Namun demikian tidak semua berfikir untuk memecahkan
dan menjawab permasalah dapat disebut filsafat. Filsafat adalah berfikir secara
sistematis radikal dan universal.
f)
Pendekatan Historis ( Sejarah )
Pendekatan sejarah merupakanmetode yang
penting dalam penelitian agama. Sebab agama itu sendiri tidak turun dalamsuasan
kehampaan, melainkan turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan erat
dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Selain itu, jika kita perhatikan, maka
Al-Qur’an sendiriseakan memberi “ lampau hijau” bagi pendekatan sejarah dengan
mengemukakan ayat-ayat seputar kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
g)
Pendekatan Kebudayaan
Kebudayaan dapat pula
digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada tataran empirs atau agama
yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala dalam masyarakat.Sebab
pengamalan agam yang terdapat di masyarakat tersebut sudah melewati proses
penalaran, yaitu penalaran atas sumber agama ( wahyu ), dan kitab-kitag
fiqh. Dengan pendekatan kebudayaan seseorang dapat memilah-milah
antara ajaran agama yang sesungguhnya ( murni wahyu Tuhan / Al –Qur’an ) dengan
praktek keagamaan yang sudah bercampur dengan kebudayaan masyarakat setempat.
h)
Pendekatan Psikologis
Psikologi adalah ilmu pengetahuan
tentang tingkah laku dan kehidupan pisik ( kejiwaan ) manusia. Menurut Tadjib, psikologi adalah kata lain
dari ilmu jiwa yaitu ilmu yang membahas tentang jiwa. Jiwa adalah sesuatu yang
abstrak dan tidak bisa di definisikan secara pasti. Oleh sebab itu, yang
menjadi sasaran dalam psikologi bukanlah jiwa, tetapi gejala-gejala yang tampak
dalam perilaku lahiriah manusia.
B. Metodologi Memahami
Islam
a.
Metodologi Ulumul Tafsir
Tafsir adalah
sebuah ilmu yang berperan dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an kepada manusia,
agar dapat lebih dipahami. Yang dimaksud dengan metodologi penafsiran dalam hal
ini ialah cara-cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Macam-Macam
Metode Penafsiran
1. Metode Tahlily
2. Metode Muqarin
3. Metode Muqarin
4. Metode Mawadhu’i
b. Metodologi Ulumul
Hadist
Menurut Abuddi
Nata, terdapat beberapa model penelitian hadist pada periode belakangan ini,
antara lain:
1. Model Penelitian
Quraish Shihab
2. Model Penelitian
Musthafa al-Siba’iy
3. Model penelitian Muhammad
al Ghazali
c) Metodologi
Filsafat
Menurut Harun
Natution yang dikutip Zuhairini, dkk, Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang
tersusun dari dua kata “ philein” dalam arti cinta dan “sophos” dalam arti
hikmat ( wisdom). Selanjutnya beliau menjelaskan filsafat sebagai berikut:
·
Pengetahuan tentang hikamt
·
Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar
·
Mencari kebenaran
·
Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
d. Metodologi
Pendidikan Islam
Model
Penelitian Pendidikan Islam
Dilihat dari
segi obyek kajiannya, ilmu pendidikan dapat di bagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Pengetahuan
ilmu
2.Pengetahuan
filsafat
3. Pengethuan
mistik
Beberapa contoh model
penelitian pendidikan islam versi Abuddin Nata, yaitu:
1. Model penelitian tentang problema guru
2. Model penelitian tentang lembaga pendidikan islam
3. Model penelitian kultur pendidikan Islam
- Model penelitian Mastuhu
- Model penelitian Zamakhsyari Dhofier
BAB
8
MAKANAN
DAN PAKAIAN MENURUT ATURAN ISLAM
A.
Tata Cara Makan dan Minum menurut
Islam
Agar kita tetap bisa menjaga akhlak
dengan meneladani Rasul dalam urusan makan dan minum sekaligus mendapatkan
pahalanya, berikut diuraikan tata cara dan budaya yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW, yaitu sebagai berikut:
1. Mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan.
Rasulullah SAW bersabda : “Barang
siapa yang tertidur sedang di kedua tangannya terdapat bekas gajih/lemak
(karena tidak dicuci) dan ketika bangun pagi ia menderita suatu penyakit, maka
hendaklah dia tidak menyalahkan kecuali dirinya sendiri.”
2. Tidak mencela
makanan yang tidak disukai.
Abu Hurairah ra. berkata : “Rasulullah
SAW tidak pernah sedikit pun mencela makanan. Bila beliau berselera, beliau
memakannya. Dan jika beliau tidak menyukainya, maka beliau meninggalkannya.”
(HR. Bukhari Muslim)
Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW pernah
berkata kepada keluarganya (istrinya) tentang lauk pauk. Mereka menjawab :
“Kami hanya punya cuka”. Lalu beliau
memintanya dan makan dengannya, seraya
bersabda : “Sebaik-baik lauk pauk ialah cuka (al-khall), sebaik-baik lauk pauk
adalah (yang mengandung) cuka.” (HR. Muslim)
Penelitian Dr. Masaru Emoto dari Jepang dalam
bukunya ’The True Power of Water’ menemukan bahwa unsur air ternyata hidup. Air
mampu merespon stimulus dari manusia berupa lisan maupun tulisan.
Ketika diucapkan kalimat yang baik atau
ditempelkan tulisan dengan kalimat positif, maka air tersebut akan membentuk
struktur kristal yang indah dan bisa memiliki daya sembuh untuk berbagai
penyakit.
Sebaliknya, jika diucapkan maupun ditempelkan
kalimat umpatan, celaan atau kalimat negative lainnya, maka air tersebut akan
membentuk struktur kristal yang jelek dan bisa berpengaruh negatif terhadap
kesehatan.
3. Diniatkan untuk
beribadah kepada Allah SWT.
yaitu dengan makan diharapkan
kebutuhan biologis akan makanan terpenuhi, yang nantinya akan diolah oleh tubuh
menjadi energi, dan dengan energi tubuh yang dihasilkan dari makanan dan
minuman tersebut kita gunakan untuk beribadah kepada Allah SWT.
Dengan niat ibadah itu berarti kita bisa
mengurangi semangat nafsu kebinatangan dan membawa pada sikap totalitas
kerelaan terhadap rezeki yang diberikan Allah kepada kita (qana’ah). Hal ini
sesuai dengan hadist Nabi saw.
“Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu
bergantung pada niatnya, dan bagi setip orang adalah apa yang diniatkannya”.
(HR. Bukhori).
4. Membaca Basmalah
dan Hamdalah.
Memulainya dengan membaca “basmalah”
serta doa. Hal ini merupakan manifestasi ibadah dalam bentuk yang paling
minimal.
Sebab bila tidak menyebut nama Allah, setan
niscaya akan turut makan bersamanya, dan dengan demikian hilanglah nilai
ibadahnya. Lantas apa bedanya dengan orang kafir?
Rasulullah SAW bersabda : “Jika seseorang di
antara kamu hendak makan, maka sebutlah nama Allah SWT. Dan jika ia lupa
menyebut nama-Nya pada awalnya, maka bacalah, ’Bismillahi awwalahu wa akhirahu’
(Dengan menyebut nama Allah SWT pada awalnya dan pada akhirnya).”(HR. Abu
Dawud)
Jika lupa di awal makan, maka ucapkanlah
segera saat teringat.
Rasulullah SAW telah bersabda, sebagaimana
yang diriwayatkan dari Aisyah r.a, sebagai berikut: “Bila salah seorang
diantara kamu hendak makan maka ucapkanlah “bismillah”, namun bila ia lupa di
awalnya, maka ucapkanlah ‘bismillahi awwaluhu wa akhiruhu’(dengan nama Allah
dari mula hingga akhir). (HR. Turmidzi)
5. Makan dengan tangan
kanan.
Rasulullah shollallohu ‘alayhi wa
‘alaa aalihi wa sallam bersabda,“Wahai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah
dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR
Bukhari no. 5376 dan Muslim 2022).
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian makan
dengan tangan kiri karena syaitan itu juga makan dengan tangan kiri.” (HR
Muslim no. 2019)
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian
hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan kanan, dan apabila
hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan. Sesungguhnya
syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan menggunakan tangan
kirinya.” (HR Muslim no. 2020)
Imam Ibnul Jauzi mengatakan, “karena tangan
kiri digunakan untuk cebok dan memegang hal-hal yang najis dan tangan kanan
untuk makan, maka tidak sepantasnya salah satu tangan tersebut digunakan untuk
melakukan pekerjaan tangan yang lain.” (Kasyful Musykil, hal 2/594).
6. Memakan makanan
yang terdekat dahulu.
Umar bin Abi Salamah ra. bercerita :
“Saat aku belia, aku pernah berada di kamar Rasulullah SAW dan kedua tanganku
seringkali mengacak-acak piring-piring. Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ’Nak,
bacalah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari makanan
baik yang terdekat.” (HR. Bukhari)
Dalam hadis lain juga dikatakan, “Sesungguhnya
termasuk pemborosan (perbuatan yang berlebihan dan dimurkai Allah) bila kamu
makan apa saja yang kamu (bernafsu) ingin memakannya”. (HR. Ibnu Majah)
7. Tenang, perlahan
dan tidak terburu buru.
Janganbersikap rakus sehingga tampak
mulut penuh dengan suapan, dan jangan
meniup-niup makanan atau minuman yang
menunjukkan sikap tidak sabar.
Dari Ibnu Abas RA berkata, Rasulullah SAW
bersabda: “Janganlah kalian minum dengan sekali tegukan seperti minumnya unta,
tetapi minumlah dengan dua atau tiga kali tegukan. Ucapkanlah ‘bismillah’ jika
kalian minum dan ‘alhamdulillah’ jika kalian selesai minum”. (HR. Turmidzi).
Dalam hadis lain disebutkan: “Dari Abi Qatadah
RA, sesungguhnya Nabi SAW telah melarang bernafas dalam air minumannya
“.(HR.Muttafaqun ALaihi)
8. Makan ketika
lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Dari Mikdam bin Ma’dikarib ra.
menyatakan pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Tiada memenuhi anak Adam
suatu tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah untuk anak Adam itu
beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak ada cara
lain, maka sepertiga (dari perutnya) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk
minuman dan sepertiganya lagi untuk bernafas.” (HR. Tirmidzi dan Hakim)
9. Mengambil makanan
dan minuman secukupnya.
sehingga bisa dihabiskan tanpa sisa.
Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.Artinya :
Dari Jabir katanya, Rosululloh saw. menyuruh
membersihkan sisa makanan yang di samping piring maupun yang di jari, seraya
bersabda : “Sesungguhnya kalian tidak mengetahui dibagian manakah makananmu
yang mengandung berkah”. (HR. Muslim).
10. Makan Sambil
duduk, dan tidak berdiri.
Hal ini seiring dengan hadis Nabi: Dari
Qatadah, dari Anas dari Rasulullah SAW, bahwa sesungguhnya Nabi SAW telah
melarang orang minum sambil berdiri”. Lalu Qatadah bertanya kepada Anas: Kalau
makan bagaimana? Ia pun menjawab: “Hal itu (makan dengan cara berdiri) lebih
busuk dan jahat”. (HR. Ahmad, Muslim dan Turmidzi)
B. Ciri-ciri
Pakaian Wanita Islam di Luar Rumah
1.
Pakaian
itu haruslah menutup aurat sebagaimana yang dikehendaki syariat.
2.
Pakaian
itu tidak terlalu tipis sehingga kelihatan bayang-bayang tubuh badan dari luar.
3.
Pakaian
itu tidak ketat atau sempit tapi longgar dan enak dipakai. la haruslah menutup
bagian-bagian bentuk badan yang menggiurkan nafsu laki-laki.
4.
Warna
pakaian tsb suram atau gelap seperti hitam, kelabu asap atau perang.
5.
Pakaian
itu tidak sekali-kali dipakai dengan bau-bauan yang harum
6.
Pakaian
itu tdak ‘bertasyabbuh’ (bersamaan atau menyerupai)denganpakaian laki-laki
yaitu tidak meniru-niru atau menyerupai pakaian laki-laki.
7.
Pakaian
itu tidak menyerupai pakaian perempuan-perempuan kafir dan musyrik.
8.
Pakaian
itu bukanlah pakaian untuk bermegah-megah atau untuk menunjuk-nunjuk atau
berhias-hias.
C. Adapun
pakaian bagi lelaki muslim
1. Tidak
menyerupai perempuan
2. Menutup aurat (batasnya
pusar sampai lutut)
3. Sopan
BAB 9
LATAR BELAKANG BERDIRINYA PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
A.
Muhammadiyah sebagai
organisasi pergerakan Islam
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam
yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad
SAW. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Muhammad SAW.
Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena
berasal dari kata Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara
terminologi berarti gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid,
bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Berkaitan dengan latar belakang
berdirinya Muhammadiyah secara garis besar faktor penyebabnya adalah pertama,
faktor subyektif adalah hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap al-Qur’an
dalam menelaah, membahas dan mengkaji kandungan isinya. Kedua, faktor
obyektif di mana dapat dilihat secara internal dan eksternal. Secara
internal ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya al-Qur’an dan
as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagiab besar umat Islam
Indonesia.
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi
munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah
berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi
aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan
yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif.
Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau
mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di
muka bumi ini.
Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an
dan as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan
aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di segala
bidang, sehingga menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia
kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang
diridhai Allah swt dalam kehidupan di dunia ini. Misi Muhammadiyah adalah:
1.
Menegakkan
keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah swt yang dibawa oleh
Rasulullah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad saw.
2.
Memahami
agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk
menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.
3.
Menyebarluaskan
ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir
untuk umat manusia sebagai penjelasannya.
4.
Mewujudkan
amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Lihat
Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39 Muhammadiyah Sumatera Barat tahun
2005 di Kota Sawahlunto
B.
Latar Belakang Berdirinya
Muhammadiyah
Keinginan
dari KH. Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat dijadikan sebagai
alat perjuangnan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf nahyi munkar yang
bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un sebagai sumber
dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid.
Ketidak murnian ajaran islam yang
dipahami oleh sebagian umat islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak
tuntas antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara dalam awal bermuatan
faham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat islam di indonesia
memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran islam,
terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah islam yag menolak segala bentuk
kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi
piliha mutlak bagi umat islamm Indonesia.
Keterbelakangan umat islam
indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber keprihatinan untuk mencarikan
solusi agar dapat keluar menjadi keterbelakangan. Keterbelakangan umat islam
dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban.
Pesantren tidak bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi baru
muda islam yang berpikir moderen. Kesejarteraan umat islam akan tetap berada
dibawah garis kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat islam indonesia.
Maraknya kristenisasi di
indonesia sebegai efek domino dari imperalisme Eropa ke dunia timur yang
mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek imperialalisme
dan modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah koloni
untuk memasarkan produk-produk hasil refolusi industeri yang melada erofa.
Imperialisme Eropa tidak hanya
membonceng gerilya gerejawan dan para penginjil untuk menyampaikan ’ajaran
jesus’ untuk menyapa umat manusia diseluruh dunia untuk ’mengikuti’ ajaran
jesus. Tetapi juga membawa angin modernisasi yang sedang melanda erofa.
Modernisasi yang terhembus melalui model pendidikan barat (belanda) di
indonesia mengusung paham-paham yang melahirkan moernisasi erofa, seperti
sekularisme, individualisme, liberalisme dan rasionalisme. Jika penetrasi itu
tidak dihentikan maka akan terlahir generasi baru islam yang rasionaltetapi
liberal dan sekuler.
1. Faktor Internal
Faktir internal adalah faktor
yang berasal dari dalam diri umat islam sendiri yang tercermin dalam dua hal,
yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan islam.
Sikap beragama umat islam saat
itu pada umumnya belum dapat dikatakan sebagai sikap beragama yang rasional.
Sirik, taklid, dan bid’ah masih menyelubungai kehidupan umat islam, terutama
dalam lingkungan kraton, dimana kebudayaan hindu telah jauh tertanam. Sikap
beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara tiba-tiba pada awal abad ke 20
itu, tetapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa terjadinya proses
islamisasi beberapa abad sebelumnya. Seperti diketahui proses islamisasi di
indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat dan mazhab
fikih, dan dalam proses tersebut para pedagang dan kaum sifi memegang peranan
yag sangat penting. Melalui merekalah islam dapat menjangkau daerah-daerah
hampir diseluruh nusantara ini.
2. Faktor eksernal
Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiah adalah faktor yang bersifat eksternal yang disebabkan oleh
politik penjajahan kolonial belanda. Faktor tersebut antara lain tanpak dalam system pendidikan kolonial serta
usaha kearah westrnisasi dan kristenisasi.
Pendidikan kolonial dikelola oleh
pemerintah kolonial untuk anak-anak bumi putra, ataupun yang diserahkan kepada
misi and zending Kristen dengan bantuan financial dari pemerintah belanda.
Pendidikan demikian pada awal abad ke 20 telah meyebar dibeberapa kota, sejak
dari pendidikan dasar sampai atas, yang terdiri dari lembaga pendidikan guru
dan sekolah kejuruan. Adanya lembaga pendidikan colonial terdapatlah dua macam
pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan islam tradisional dan pendideikan
colonial. Kedua jenis pendidikan ini dibedakan, bukan hanya dari segi tujuan
yang ingin dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.
Pendidikan kolonial melarang
masuknya pelajaran agama dalam sekolah-sekolah colonial, dan dalan artian ini
orang menilai pendidikan colonial sebagai pendidikan yang bersifat sekuler,
disamping sebagai peyebar kebudayaan barat. Dengan corak pendidikan yang
demikian pemerintah colonial tidak hanya menginginkan lahirnya golongan pribumi
yang terdidik, tetapi juga berkebudayaan barat. Hal ini merupakan salah satu
sisi politik etis yang disebut politik asisiasi yang pada hakekatnya tidak lain
dari usaha westernisasi yang bertujuan menarik penduduk asli Indonesia kedalam
orbit kebudayaan barat. Dari lembaga pendidikan ini lahirlah golongan
intlektual yang biasanya memuja barat dan menyudutkan tradisi nenekmoyang serta
kurang menghargai islam, agama yang dianutnya. Hal ini agaknya wajar, karena
mereka lebih dikenalkan dengan ilmu-ilmu dan kebudayaan barat yang
sekuler anpa mengimbanginya dengan pendidiakan agama konsumsi moral dan
jiwanya. Sikap umat yang demikianlah tankanya yang dimaksud sebagai ancaman dan
tantangan bagi islam diawal abad ke
20.